Friday, October 30, 2015

Telur Mata Sapi

Oleh Riko Firmansyah

DARI bupati, gubernur, menteri, hingga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), mencurigai lambatnya pencairan dana ini karena sengaja didekatkan waktunya dengan proses pilkada serentak.

Maksudnya apa ini? Apakah uang desa diambil oleh para calon itu untuk biaya kampanye, atau apa? Bagaimana cara mengambilnya? Bukankan hanya bisa dicairkan oleh kepala desa yang bersangkutan.

Apakah sekacau itu sistem penyaluran keuangan negara. Bisa diambil di tengah jalan oleh yang tidak berhak.  Rasanya tidak mungkin. “Membeli bawang Rp1.000 saja harus ada pertanggungjawaban yang jelas,” guman Saleh.

Apalagi mencairkan uang miliaran begitu. Tapi kalau memang benar, berarti ada pemalsuan dokumen pencairan dan penyuapan kepada oknum bank.

“Mereka ini tahu tidak sih bahwa lambatnya pencairan dana desa untuk tahap berikutnya karena terbentur keterbatasan pamong desa dalam membuat laporan penggunaan anggaran sebelumnya. Karena sedikit sekali orang pintar di kampung. Bisa baca dan tulis saja sudah merantau,” ujar Saleh.

“Apa iya sampai sebegitunya, Leh,” ujar Minak Tab.

“Gak tahu juga, Minak. Mereka yang mewanti-wanti terhadap penyalahgunaan dana desa untuk kepentingan politik tidak merinci modusnya,” jawab Saleh.

“Modusnya banyak. Sangking banyaknya mereka tidak menyebutkan satupun,” kata Minak Tab, sambil senyum.

Lalu, Minak Tab menggambarkan celah penyalahgunaan dana desa tersebut. “Sebagian besar pamong desa tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk membuat laporan pertanggungjawaban. Bahkan listrik saja belum ada,” kata dia.

Idealnya, membuat laporan itu menggunakan komputer bukan mesin tik apalagi tulis tangan. Isinya berupa berita acara (serah terima alokasi dana desa, pemeriksaan barang, dan serah terima hasil pekerjaan), surat pemesanan, kwitansi, dan foto-foto hasil pekerjaan.

Beberapa desa ada yang lancar tapi tidak mereka yang berada di wilayah tertinggal dan kekurang sumber daya manusia tadi. “Pencairan pertama sukses tapi saat diminta laporan untuk pencairan berikutnya celanga-celengu, kebingunan,” kata Minak Tab.

Selama ini pamong desa membayar oknum petugas kecamatan yang mengerti cara membuat laporan itu. Ini terjadi di Tulangbawang

Pekerjaan pembuatan laporan pertanggungjawaban itulah yang menjadi celah bagi para calon Pilkada dengan meminta tim kampanye membantu warga desa. Terkesan berkat jasa mereka orang kampung dapat duit.

“Sapi punya mata, ayam punya nama,” tandas Minak Tab.

“Leh, lain kali bilang pada pejabat-pejabat itu siapkan ember, selang, dan bak penampungan, bila ingin memberi air. Siapkan sumber daya dan perangkatnya bila ingin menyalurkan uang,” kata Minak Tab. Tabik. []


~ Fajar Sumatera, Jumat, 30 Oktober 2016


No comments:

Post a Comment