Thursday, October 1, 2015

Menjaga Kesaktian Pancasila

Oleh Abdullah Al Mas’ud


HARI ini (Kamis, 1/10), seluruh Bangsa Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Namun, melihat fenomena saat ini, muncul pertanyaan masih saktikah Pancasila?

Sebelum menjawab soal kesaktian, harus tahu dulu munculnya bukti dari kesaktian yang pernah dibuktikan. Merujuk dari sejarah, Kesaktian Pancasila dibuktikan dengan keberhasilan bangsa ini dalam menggagalkan kudeta pergantian Pancasila sebagai ideologi bangsa oleh Partai Komunis yang terkenal dengan sebutan G30S/PKI pada 30 September 1965.

Pada kejadian itu pendukung ideologi komunis (PKI) melakukan pemberontakan dan akan melakukan kudeta. Meskipun dalam peristiwa itu 6 Jenderal terbunuh, kudeta dinyatakan gagal dengan Gerakan 1 Oktober yang dipimpin oleh Soeharto.

Berangkat dari sejarah tadi, maka setiap 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Sebelum era reformasi, setiap 30 September malam film G30S/PKI selalu diputar di seluruh stasiun televisi. Namun saat ini pemutaran film yang terkesan berbentuk ritual itu sudah tidak ada lagi.

Hilangnya film itu, tak bisa dijadikan indikator merosotnya kesaktian ideologi bangsa ini. Kesaktian dapat dilihat dari seberapa mampu ideologi bangsa tersebut menghindarkan rakyat Indonesia dari berbagai krisis dan ancaman. Dengan kata lain, hal ini dapat dilihat dari seberapa banyak rakyat Indonesia yang masih mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-harinya sehingga mereka terhindar dari krisis multidimensional.

Isi butir-butir Pancasila sangat bagus jika kita amalkan. Bergantinya orde seolah-olah mengatakan apapun dari rezim pak Harto harus dihilangkan, padahal semestinya tidak. Pancasila merupakan warisan nenek moyang kita yang saya yakini dapat mempersatukan bangsa Indonesia yang memiliki ragam agama dan budaya yang berbeda-beda.

Jiwa dan semangat Pancasila juga punya batas-batas yang menyangkut tetap tegaknya kesatuan-persatuan agar kebhinekaan itu tetap berfungsi sebagai kekayaan dan modal bangsa.

Disadari atau tidak, ke depan aspirasi masyarakat bangsa ini memang akan berkembang beraneka ragam bersamaan dengan suasana yang lebih demokratis, berbagai aspirasi akan muncul ke permukaan dan disuarakan. Dalam kondisi seperti itu Pancasila memang masih disanjung tetapi kurang atau bahkan tidak ada konsistensinya.

Oleh sebab itu semangat pancasila wajib diterapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengamalkan nilai-nilainya. Khsusunya pada generasi muda yang tanpa sengaja atau tidak mulai mengikis makna dari Pancasila. Telah banyak kita saksikan bersama-sama tentang problematika remaja yang selalu membawa dampak negatif dalam pencarian jati dirinya. Dapat dikatakan Generasi Muda bagaikan kehilangan kesadarannya sebagai penerus bangsa ini.

Penyimpangan-penyimpangan sosial yang terjadi di kalangan masyarakat mampu mengarahkan mereka kepada sesuatu yang dapat menghilangkan semangat kebangsaan dan cinta tanah air.

Tentu pernyataan sebagai Tunas Bangsa tak dapat lagi disandang oleh generasi muda zaman ini. Penyebabnya ialah kurangnya pengamalan dari makna nilai-nilai Pancasila sehingga pengupayaan untuk meningkatkan dikalangan remaja sangat sedikit apalagi mempertahankannya.

Dunia telah mengalami proses globalisasi yakni proses dimana halangan-halangan yang bersifat sosial telah pudar dan kesadaran untuk menjadi suatu  kesatuan makin terwujud terutama di Indonesia.

Sebetulnya, tugas menjaga Kesaktian Pancasila harus terus menerus dari generasi ke generasi untuk melanjutkan semangat nasionalisme dilandasi rasa kebanggan dan rasa membangun serta penuh dengan patriotisme. Dengan begitu, persoalan kesaktian dari ideology bangsa ini tetaop sakti dalam mempertahankan kesatuan dari Republik Indonesia. []


~ Fajar Sumatera, Kamis, 1 Oktober 2016

No comments:

Post a Comment