Thursday, September 27, 2018

Hak Bertanya, Hak Publik

Oleh Udo Z Karzi


"APA urusannya Anda menanyakan itu? Bukan hak Anda bertanya kepada saya! Saya juga punya hak untuk tidak menjawab," kata Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi menjawab Aiman Witjaksono, wartawan Kompas TV, dalam program Kompas Petang yang disiarkan secara langsung.

Hebohlah semua! 

Aneh bin ajaib juga ada pejabat yang mengatakan mempermasalahkan mengapa wartawan bertanya. ‘Hak asasi’ semacam apa yang membenarkan pejabat berwewenang atau yang paling berkompeten dengan urusan pemerintahan dan pembangunan kok malah tutup mulut. Pejabat toh pemimpin rakyat yang kebetulan mendapat amanah mengepalai atau menjadi ketua sebuah dinas/badan/institusi atau bagian/subbagian/seksi dalam institusi (organisasi) pemerintahan daerah atau lainnya.

Tidak pada tempatnya pejabat menjadi tertutup dengan informasi kepada rakyat (Warga Negara Indonesia). Dan, pers sebagai media publik menjalankan peran itu, yaitu membuka akses sebesar-besarnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi.

Paradigma yang dianut sang pejabat yang harus dibalik. Yang punya hak asasi itu adalah warga (publik). Tegasnya, pejabat dilarang menyimpan informasi. Apa lagi yang terkait dengan kepentingan publik. Tidak ada argumen pemerintah bagi pemerintah secara sengaja menggunakan kekuasaan untuk membatasi hak-hak publik dalam memperoleh informasi.

Menjadi soal ketika pejabat (termasuk dalam hal ini para legislator) dengan gampang berkata, saya tidak bisa bilang, ini ‘hak saya (untuk tidak menjawab)'. ‘Hak saya’, kata dia, tetapi sesungguhnya karena ada kepentingan-kepentingan pihak-pihak tertentu. Yah, sudah menjadi rahasia umum kalau yang namanya penguasa itu suka berkongkalikong atau bahasa resminya KKN dengan pengusaha.

‘Kepentingan’ kelompok inilah yang hendak dilindungi oleh kata-kata 'hak asasi saya', ‘rahasia negara’ atau ‘saya tidak berkompeten untuk bicara’ itu. Jelas, pejabat tertutup karena memang takut ‘rahasia pribadi’ atau ‘rahasia atasan’ (bukan rahasia negara) terbongkar. Padahal, ini bukan zamannya lagi. Kalau memang good governance, clean government, transparansi, akuntabilitas, profesionalisme benar-benar mau dijalankan -- sekali lagi -- tidak ada argumen yang tepat untuk mengelak dan menutup diri terhadap kerja pers.

Soalnya konsep-konsep penyelenggaraan pemerintah yang baik yang dikemukakan tadi; memerlukan satu syarat terbuka terhadap informasi. Bagaimana bisa dikatakan good goverment jika publik tidak mempunyai jalan untuk menilai? Bagaimana clean government kalau jalannya pemerintah justru serbarahasia? Bagaimana akuntabilitas jika pejabatnya suka bohong? Lalu, transparan bagaimana kalau masih suka ketertutupan? Kok bisa mau dikatakan profesional kalau tidak paham pada apa yang dilakukan (kegiatan pemerintahan dan pembangunan)?

Pers sebagai pilar keempat demokrasi, setelah legislatif, eksekutif, dan yudikatif, telah menyediakan diri menjadi sarana untuk mewujudkan apa yang digembargemborkan sebagai good governance, termasuk clean government, akuntabilitas, dan sebagainya yang menjadi bagian dari good governance itu.

Esensi segala kegiatan pemerintahan dan pembangunan diarahkan kepada kepentingan rakyat banyak dan bukan untuk segelintir orang/golongan yang sedang berkuasa atau yang berharta; maka ‘tidak boleh ada dusta di antara kita’.

Semua terbuka, semua transparan; tidak boleh ada yang dirahasiakan. Lebih dari itu pejabat daerah tidak boleh antikritik. Jangan pernah meremehkan masyarakat yang sudah melek informasi, dan menganggap mereka tidak (boleh) tahu apa-apa. Menutup diri justru akan semakin menguatkan dugaan bahwa pemerintah kita alergi terhadap kritik. Semestinya, pemerintah legowo terhadap berbagai kritik yang disampaikan publik.

Sederhana saja, kalau tidak salah, mengapa pejabat takut berbicara ke media. Atau, jangan-jangan ketertutupan para pejabat, sesungguhnya untuk menyembunyikan ‘ketidakbecusan’ menjalankan roda pemerintah.

Apanya yang transparan, kalau begitu? []


Fajar Sumatera, Kamis, 27 September 2018

Sunday, September 16, 2018

Yes You Do

Oleh Udo Z Karzi


Dengan penuh percaya diri, Mamak Sehon naik ke panggung. Setelah menyambar mic, dia berkata, "Baiklah, saya akan membawakan sebuah lagu Barat berjudul "Yes You do".

Wah, dalam hati saya, hebat Mamak Sehon ini. Bisa lagu Barat. Saya saja baru belajar sedikit kata Inggris kayak I like halipus and some kuwols, what why the got, etc. 

Tapi, begitulah nyatanya. Orkes Manabisa eehh, maksudnya Orkes Monalisa memulai intro musik. Lalu, mulailah Mamak Sehon bersenandung:

punk ly punk dank
punk ly punk kilie dank
you you fa you
you fa you 
tagan rya...

Kalau lidah Barat*nya seperti ini:
pang lipang dang
pak lipang dang kik lidang
yu yu payu 
yu yu payu 
tagan riya

Tepuk tangan 👏👏👏
😃😃😁😁😁😇😇

* yang dimaksud Lampung Barat atau Pesisir Barat 🤣🤣



Minggu, 16 September 2018