Tuesday, June 6, 2017

Sesuatu yang Mengancam dari Mercon

Oleh Udo Z Karzi


SUDAH saya bilang berkali-kali. "Jangan main mercon!" Eh, tetap saja orang-orang pada suka dengannya.

Gimana coba. Sorak-sorai dan suasana penuh kegembiraan bermain petasan segera berubah duka saat mengetahui Zahra Nabila (9), warga Jalan Ir Sutami, Kampung Sukajadi, Kelurahan Way Laga, Kecamatan Sukabumi, Bandar Lampung, tewas akibat terkena petasan di punggungnya, Jumat (2/6/2017).

Zahra yang yatim ketika itu sedang bermain petasan di dekat kediamannya. Korban tinggal bersama ibunya, Nita, dan keempat saudara perempuannya. Namun, saat kejadian korban hanya seorang diri tanpa adanya pengawasan ketika memaikan mercon tersebut.

Kabarnya, Nabila kemungkinan menyalakan petasan dan ingin melemparnya. Namun, petasan tersebut malah masuk ke dalam baju bagian belakang korban.

Waktu petasan itu masuk ke dalam bajunya, dia berlari meminta tolong ke arah ibunya dengan kondisi baju terbakar. Ibunya berusaha menyelamatkan anaknya dengan cara menyiramkan air ke korban.

Ia langsung langsung dilarikan ke Rumah Sakit Graha Husada, Bandarlampung Kamis (1/6/2017) untuk menjalani perawatan. Namun, setelah menjalani perawatan beberapa jam korban meninggal dunia, Jumat pagi.

Sehari kemudian, Sabtu (3/5/2017) Ridho Romadhon meninggal di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdul Moeloek. Ia terkena luka bakar akibat bermain petasan di kediamannya, Kelurahan Maros, Kotaagung, Kabupaten Tanggamus.

Ceritanya, mercon yang ia nyalakan menyambar bensin yang sedang dituangkan ibunya. Ridho mengalami luka bakar di sekujur tubuhnya. Sedangkan ibunya mengalami luka bakar dan tengah dirawat di rumah sakit daerah.

Sebelumnya, diduga akibat terkena ledakan mercon dua anak balita di Dusun Sumber Gunung, Desa Ambender, Kecamatan Pegantenan, Kabupaten pamekasan, Jawa Timur, meninggal, setelah rumah mereka meledak, Rabu (31/5). Kedua balita tersebut, yakni Alga (3) dan Anas (4). Satu korban selamat, yakni Dani (13) sedang dirawat di Puskesmas Pegantenan.

Kapolsek Pegantenan AKP Puryanto mengatakan, ledakan mercon terjadi sekitar pukul 11.30 WIB. “Dugaan sementara, rumah mereka meledak akibat Mercon yang disimpan di dalamnya, namun kami akan selidiki untuk mengetahui apa penyebab pasti kejadian ini,” jelasnya.

Jadi, saya mau bilang apa, kalau sudah kejadian. Semoga segala ucapan keprihatinan dan ungkapan penyesalan saya bukan sekadar basa-basi.
Dan, yang paling penting adalah menghentikan kesukaan main petasan. Sebab, bagaimana pun petasan adalah bom mini, yang tetap berbahaya bagi sesiapa pun. Disimpan pun tetap berbahaya karena sewaktu-waktu bisa meledak.

Masihkah kita tidak menyadari sesuatu yang mengancam dari mainan bernama mercon atau petasan? []


Fajar Sumatera, Selasa, 6 Juni 2017

Wednesday, April 12, 2017

Bumi Agung

Oleh Udo Z Karzi


SAAT mulang pekon, selalu saja saya dipukau oleh nama-nama tempat di desa kelahiran saya ini: Negarabatin Liwa yang sekarang bernama resmi (Kelurahan) Pasar Liwa.

Sekali waktu, saat saya menjawab, "Dari Pasar Liwa", orang yang bertanya tadi, berkata, "O, dari Sukanegeri."

Dalam pikiran saya, 'Jadi, Sukanegeri alias Negarabatin Liwa alias Pasar Liwa. Kanapa sih  pekon saya ini suka-sukanya gonta-ganti nama?’
Ada yang menggugat, kenapa nama bagus Negarabatin Liwa kok diganti Pasar Liwa? Entahlah...

Yang jelas, pekon/kelurahan Pasar Liwa ini adalah salah satu dari 12 pekon/kelurahan di Kecamatan Balik Bukit. 11 pekon/kelurahan lainnya adalah Padangcahya, Way Mengaku, Kubuperahu, Sebarus, Gunungsugih (asli bahasa Lampungnya: Gunungsugeh), Way Empulau Ulu, Wates (asli bahasa Lampungnya: Watas atau Watos), Padangdalom, Sukarame (dulu: Umbullimau), Bahway, dan Sedampah Indah.

Ke-12 pekon/kelurahan inilah wilayah Marga Liwa saat ini. Secara kebetulan sekarang ini wilayah Liwa menjadi satu kecamatan (Kecamatan Balik Bukit).

Kembali ke Negarabatin Liwa atau Sukanegeri atau Pasar Liwa, saya tidak tahu kapan persisnya di pekon ini terdapat (terpecah?) dua kampung adat: (1) Kampung Serbaya yang saat ini dipimpin Suntan Zakki dan (2) Kampung Bumi Agung yang dipimpin Bangsawan adok Suntan Makmur (alm) dengan pelaksana tugas Tabrizi adok Raja Dialam.

Secara adat, saya sendiri berada di Bumi Agung. Hierarki pemimpin adat di Bumi Agung dari yang tertinggi ke bawah adalah:
1. Suntan
2. Raja
3. Batin
4. Radin
5. Minak
6. Kimas
7. Mas/Inton

Dari panggilan (sapaan) seseorang ketahuanlah letak posisinya dalam adat.

"Hara gelukni mulang. Sawai sang Bumi Agung ngumpul. Kintu Udo aga cawa... (Alangkah cepatnya pulang. Lusa se-Bumi Agung berkumpul. Barangkali Udo hendak berbicara...," kata adik menjawab saya yang mengatakan akan pulang besok.

Ah, betapa Bumi Agung menghimbau, apa daya tugas di Tanjungkarang sudah menunggu. Ya, saya hanyalah seseorang yang terdampar di kota mengais rezeki.
Tapi, percayalah saya ingin selalu pulang seperti buku saya: Ke Negarabatin Mamak Kenut Kembali. Selalu ada keinginan itu... []


Rabu, 12 April 2016

Tuesday, January 31, 2017

Kopi dan Literasi

Oleh Udo Z Karzi


ENTAH benar-entah tidak saya bilang saja: "Memang mesti banyak-banyak ngupi -- utamanya kupi lampung -- untuk jadi penulis keren. Beneran ini! Coba cek daerah penghasil kopi, mesti banyak menghasilkan penulis."

Saya menjadi pembicara bersama pustakawan SMAN 2 Metro Luckty Giyan Sukarno di Sesi IV Literasi dan Kopi: Belajar Pengalaman dari Kota Lain dalam Konferensi Kedai Kopi di Pojok Topten, Metro, Minggu, 29/1/2017 pagi.