Friday, October 16, 2015

Melayani Bukan Dilayani

Oleh Abdullah Al Mas’ud


TULISAN ini, merupakan hasil diskusi dengan sejumlah wartawan senior di Kantor PWI Perwakilan Lampung yang berlokasi di Bandarlampung, kemarin siang. Materinya soal pelayanan publik oleh seluruh lembaga pemerintah, swasta, dan lingkungan.

Melayani bukan dilayani, ini tentu etos yang baik buat siapa pun, khususnya di lembaga yang melayani masyarakat, seperti di kantor pemerintah, kantor DPRD, kantor polisi. Hal ini juga berlaku buat layanan bisnis.

Melayani bisa diartikan sebagai siapa pun dalam menjalankan tugas. Misalnya polisi yang punya tugas melayani bahkan mengayomi masyarakat sehingga menjadi moto.

Kemudian, sebagai pejabat pemerintah juga demikian. Seperti melayani masyarakat dalam pembuatan akte, melayani masyatrakat untuk memenuhi kegaiatan administrative. Bahkan Anggota DPRD sebagai wakil rakyat tenatu melayani masyarakat serta menampung aspirasi dan keluhan masyarakat.

Idealnya, melayani bukan dilayani masyarakat ke pejabat secara individu atau kelompok, lingkungan juga secara individu dan kelompok. Namun, banyak terbalik, dilayani bukan melayani.

Namun jika berurusan dengan pihak pemerintah masih banyak masyarakat merasakan dan mengeluhkan persoalan pelayanan. Masyarakat bukan merasakan pelayanan tapi malah sebaliknya.

Di berbagai tempat layanan publik, banyak ketimpangan dalam pelayanan yang, seperti kejelasan waktu, biaya dan cara, atau prosedur pelayanan, dan masih terdapatnya diskriminasi pelayanan bahakn terkesan didasarkan pada hubungan pertemanan (perkoncoan), kekerabatan (keluarga/nepotisme), etnis (kesukuan), agama, dan lain sebagainya yang mengakibatkan panjangnya rantai birokrasi, yang semakin membudaya yang berujung kepada tindakkan suap, dan praktek pungutan liar (pungli).

Kondisi ini, merupakan isyarat bagi Pemerintah untuk mencari solusi strategis, sekaligus untuk memperbaiki pelayanan publik ke depannya.

Perbaikan pelayanan publik, yang harus dilakukan adalah mengkaji kondisi pelayanan publik, terutama pola-pola pelayanan dan upaya peningkatan kualitas pelayanan.

Sebab, pelayanan yang buruk, berimbas pada kekecewaan masyarakat, yang pada akhirnya membuat masyarakat tidak percaya lagi kepada Institusi Pelayanan Publik itu sendiri. Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas, dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik, serta untuk memberikan perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Jika ini dijalankan oleh seluruh pelayanan, tentu masyarakat pun tak segan berhadapan dengan aparat. []


~ Fajar Sumatera, Jumat, 16 Oktober 2016

No comments:

Post a Comment