Monday, October 5, 2015

18 Tahun Kabut Asap

Oleh Deni Kurniawan


KABUT asap di pulau Sumatera mencapai puncaknya pada pertengahan Maret tahun 2014 lalu. Ribuan titik panas terdeteksi dalam satu hari, ribuan pula murid sekolah diliburkan juga ribuan masyarakat terjangkit ISPA. Bahkan ada pula para pekerja swasta yang dievakuasi ke provinsi tetangga. Selain itu bandara di Pekanbaru lumpuh berhari-hari, diikuti dengan provinsi tetangga di Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Jambi yang terpapar asap dari Riau.Kualitas udara yang memburuk sangat berbahaya, bahkan Riau tidak layak huni lagi, kata spesialis paru-paru.

Ini tercatat sebagai musim asap terparah sepanjang sejarah. 18 tahun berlalu, kebakaran hutan lahan serta asap terus terjadi. Berkali-kali ganti kepala daerah bahkan presiden, semuanya seolah tak serius urusi persoalan ini Dan lucunya 18 tahun pun tidak ada tindakan baik dari pemerintah daerah maupun pusat untuk menghentikan permasalahan ini.

Seorang kawan di Jakarta pun berceloteh soal keterpurukan rupiah terhadap dolar gegara kabut asap yang semakin menjadi. Hampir semua sektor ekonomi di Sumatera bagian tengah sampai ke Medan bisa dikatakan lumpuh. Dua Negara tetangga pun kebagian jatah asap jahat asal Indonesia. Sangat beralasan jika dikatakan rupiah gak turun turun karena kemampuan Jokowi tak mampu mengatasi bencana kabut asap.

Ups.. penyebutan darurat bencana asap pun sampai saat ini belum mau diumumkan. Pasalnya, jika persoalan asap ini dikatakan sebagai darurat bencana asap, maka akan berdampak pada sector keuangan Negara dan pemerintah daerah tentunya yang segera akan mengalokasikan APBN dan APBD nya untuk penanganan bencana asap.

Ketika tidak mau disebut sebagai darurat bencana asap, upaya yang dipertontonkan pun masih lempar tanggungjawab antara pusat dan daerah. Sementara, 4 September 2015, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut saat ini ada 25,6 juta jiwa penduduk di Sumatera dan Kalimantan yang terkena asap pekat.11 Sep 2015, Muhanum Anggriawati, 12 tahun, siswi kelas 6 SDN 171 Kulim Tenayan Raya, Pekanbaru, Riau, menjadi korban akibat kabut asap. Paru-parunya yang kecil tak kuat menahan terpaan partikel halus berbahaya dari kabut asap yang menyebabkan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang membuat Muhanum dirawat seminggu di ICU Rumah Sakit sebelum akhirnya dipanggil Yang Maha Kuasa. Kemudian menyusul Nabila Juliramadhani, bayi berumur 1 tahun asal Jambi juga menjadi korban kabut asap yang melanda Sumatera. Dan masih banyak lagi anak-anak maupun orang dewasa yang menjadi korban kabut asap ini. 

Sampai kapan asap menyelimuti Sumatera dan sekitarnya? Perlukah Presiden mengumumkan Darurat Bencana Asap di Sumatera? Di Hari TNI ke 70 Tahun ini, Pelukah Presiden mengerahkan Tentara Nasional Indonesia dilihat dari sudut pandang Poleksosbud Hankamrata ketika bencana asap sudah menimbulkan korban jiwa dan lumpuhnya ekonomi regional? Kita tunggu saja kebijakan pemerintah pusat ke depan seperti apa. Tabik! []


~ Fajar Sumatera, Senin, 5 Oktober 2016

No comments:

Post a Comment