Monday, September 28, 2015

Kaum Galau

Oleh Riko Firmansyah
 


DI media sosial mereka disebut haters (orang yang begitu membenci sosok tertentu dengan mengekspresikannya sehingga orang lain merasakan kebencian yang sama dan berharap figur itu hancur).

Di lingkungan sosial mereka disebut pengamat (orang yang mengawasi prilaku sesama atau lingkungan sekitarnya).

Dan, dunia di pemerintahan kaum ini disebut tenaga ahli (mengerjakan sesuatu karena pemahaman keilmuannya serta kemahirannya terkait bidang pekerjaan yang digelutinya).

Satu hal yang pasti, mereka itu cerewet. Mereka mampu melihat butiran cacat di tengah-tengah kesempurnaan. "Terkadang orang jalan miring saja jadi bahasan serius. Padahal, jalannya memang sudah begitu sejak lahir," kata Saleh.

Bisa dibayangkan bila tiga kelompok dari golong berbeda itu bergabung. Satu saja sudah membuat gelisah apalagi semuanya, tak tertahankan.

Sekarang, fokus mereka tertuju pada Presiden Joko Widodo, yang kerap membagikan bingkisan dalam beberapa kunjungannya di berbagai daerah di Indonesia.

Dalam kunjungan ke daerah, Jokowi tampak memberikan baju langsung kepada warga yang mengerubunginya, buku dan alat tulis, sembako, dan terkadang juga amplop putih yang berisi uang sekitar Rp100 ribu.

Tingkah itu dianggap bentuk keputusasaan Jokowi sebagai kepala pemerintahan. Harusnya dia menggerakkan segala instrumen Negara yang ada agar kemiskinan rakyat dapat teratasi.

"Lho, memangnya kenapa? Itukan bentuk silaturahmi dia dengan rakyat. Bukan berarti istrumen negara tidak jalan. Bukan berarti mereka yang menerimanya miskin. Sosok yang gemar bersedekah begitu kok jadi ajang rumpian. Keterlaluan," geram Saleh.

Harusnya bisa dibedakan Jokowi sebagai presiden dan dia sebagai manusia biasa yang kebetulan memiliki uang lebih untuk bersedekah.

"Bagaimana, Minak. Betul tidak apa yang saya risaukan terhadap ketiga kelompok galau ini?" Tanya Saleh.

"Ngupi pai, Leh. Biar gak gila," jawab Minak Tab. []


~ Fajar Sumatera, Senin, 28 September Juni 2015


No comments:

Post a Comment