Wednesday, January 13, 2016

Pelantikan Galau

Oleh Riko Firmansyah

JADWAL pelantikan kepala daerah terpilih pada 9 Desember lalu makin tak jelas. Sementara mereka yang menang dan bersih dari sengketa pilkada di MK mulai greges untuk segera memimpin daerahnya. Situasi ini membuat galau (perasaan tak enak dan bingung, akibatnya pikiran buntu).

Pusat menerapkan metode tarik ulur seperti main layangan. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyatakan pelantikan pada Januari. Makin cepat dilantik main baik karena bisa langsung kerja sehingga penyerapan anggaran lebih baik termasuk bila ada RAPBD-P, begitu alasannya.

Tapi coba simak ini: Jika dilakukan percepatan pun tidak akan ada dampak yang signifikan di daerah tersebut. Bahkan presiden pun menyerahkan penjadwalan pelantikan kepada Kemendagri.

Dan simak lagi yang ini: Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sumarsono mengatakan setelah dikaji kembali rencana pelantikan Januari sulit diwujudkan.

Alasannya, banyak hal harus disiapkan. Hasil pilkada harus diumumkan dulu di Rapat Paripurna DPRD. Kemudian harus ada keputusan Presiden untuk gubernur/wakil gubernur terpilih.

Dan, Surat Keputusan Mendagri untuk bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota terpilih ditambah lagi rancangan perpres masih dibahas. Ini semua butuh waktu.

Seperti main layangan kan? Tarik ulur - tarik ulur.

Faktanya, para PNS yang menjadi kepala satuan kerja tengah gencar kasak kasuk dengan pemenang pilkada di wilayahnya. Bisa dibilang cari muka: Gak hebat kalau gak dia, gak pinter kalau gak dia.

Sementara pegawai yang karirnya stag juga gencar kasak kusuk. Materi obrolannya begini kira-kira: Jangan pakai lagi pejabat itu karena saat pilkada dia memihak ke calon yang kalah. Atau, kinerja dia selama menjabat jeblok.

Terlapas dari kepastian jadwal pelantikan dan prilaku pegawai yang terjadi di lingkungan kantor pemerintah daerah tersebut, membuktikan mereka belum fokus mengurus rakyaknya karena konsentrasinya terpecah antara tugas dan kelangsungan jabatannya.

Meskipun masih dipimpin kepala daerah yang berstatus penjabat, apalah artinya itu, bila tak ada sikap loyal dari struktur di bawahnya. []


~ Fajar Sumatera, Rabu, 13 Januari 2016

No comments:

Post a Comment