Thursday, January 21, 2016

Pajak Daging

Oleh Deni Kurniawan


TIDAK hanya di Bandarlampung, pemberlakuan pajak sebesar 10 persen terhadap daging sapi menuai protes dari semua kalangan. Mulai dari, Rumah Potong Hewan (RPH), pedagang daging dan imbasnya juga terhadap konsumen. Kebijakan PPn justru akan menyulitkan pelaku usaha untuk dapat mengusahakan harga sesuai yang dikehendaki oleh pemerintah. Pasalnya, kenaikan PPn akan secara langsung dibebankan pada konsumen akhir.

Pemberlakuan pajak untuk setiap pemotongan sapi sebesar 10 persen pun berdampak naiknya harga daging. Kelangkaan stok daging di Bandarlampung dan daerah lainnya bukan ketiadaan atas daging itu sendiri. Hal tersebut membuat RPH pun enggan untuk memotong sapi yang akan dijual kepada para pedagang dengan alasan kurangnya sosialisasi dari pemerintah atas pemberlakuan pajak sebesar 10 persen tersebut.

Khawatir akan merugi sebagai dampak pemberlakuan pajak tersebut, RPH pun mogok untuk tidak memotong sapi. Begitupun para pedagang lebih memilih menutup lapak dagangannya dibanding harus mendapatkan kerugian.

Pantauan Fajar Sumatera, harga daging sapi di Pasar Pasir Gintung Bandarlampung saat ini melonjak dari Rp110 ribu per kg menjadi Rp120 ribu-Rp125 ribu per kg atau naik hingga Rp15 ribu per kg. Otomatis para pedagang daging pun mendapatkan komplain dari para pedagang bakso dan para pengusaha yang menggunakan daging sapi sebagai bahan baku utama.

Pengenaan PPn sebesar 10% tersebut merupakan kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 267/PMK.010/2015 yang ditandatangani Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pada 31 Desember lalu dan disubjekkan pada pengusaha kena pajak (PKP).

Permenkeu 267/2015 tersebut mengatur tentang Kriteria dan/atau Rincian Ternak, Bahan Pakan untuk Pembuatan Pakan Ternak dan Pakan Ikan yang atas Impor dan/atau Penyerahannya dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Kebijakan tersebut dinilai berpeluang menggagalkan upaya pemerintah untuk menurunkan harga daging sapi di tingkat konsumen.
.
Pilihan atas mogok motong dan tutup lapak dagangan adalah sesuatu yang naluriah dari jiwa pedagang yang memang menggantungkan hidupnya dengan urusan perdagingan. Agar persoalan ini tidak terus berlangsung, bahkan mengancam akan banyaknya pedagang bakso yang gulung tikar dan sudah barang tentu pemerintah juga yang akan kesulitan maka hendaknya para pemangku kepentingan untuk urun rembuk mengatasi masalah ini. Tabik! []


~ Fajar Sumatera, Kamis, 21 Januari 2016

No comments:

Post a Comment