Friday, January 15, 2016

Gafatar, Bom, dan Dapur

Oleh Deni Kurniawan


BELUM hilang dari daftar trending topic soal Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara) yang meresahkan masyarakat dikarenakan meningkatnya laporan orang hilang secara mendadak, kemarin (14/1/2016) sebuah ledakan telah terjadi di depan Sarinah tepatnya di Pos Pol Sarinah dan Starbuck. Dari sejumlah orang yang telah banyak diberitakan sampai saya menulis kolom ini, jumlah korban mencapai 16 orang. Lima di antaranya petugas kepolisian, tujuh warga sipil, dan sisanya para pelaku penyerangan. Dua tewas akibat ledakan dan dua lainnya ditembak mati.

Sejumlah orang berlarian untuk menyelamatkan diri. Dan ternyata tidak hanya sekali atau dua kali, bom juga beberapa kali terdengar telah meledak di daerah seputaran wilayah MH Thamrin.

Dari 6 ledakan yang di duga bom yang sudah mengguncang perempatan Sarinah Jakarta Pusat, dan juga terjadi baku tembak. Polisi yang berseragam juga menyerbu untuk masuk ke Starbuck Sarinah. Pasukan TNI pun juga terjun ikut membantu. Sarinah sendiri adalah kawasan dari perlintasan yang cukup sibuk di Jakarta dan menjadi sentra bisnis.

Pascaledakan bom yang mengguncang Jakarta, pelaku pasar panik. Seketika setelah kejadian itu nilai tukar rupiah sempat terpuruk hingga melebihi angka 14.000 per US Dolar, dan IHSG sempat terpuruk hingga 1,7 persen lebih. Ledakan bom yang terjadi di Jakarta tersebut mengulang kembali kisah ledakan bom yang serupa di masa-masa sebelumnya. Sampai pada penutupun kondisi pasar berangsur menguat sekalipun melemah dari hari sebelumnya.

Jika rupiah sempat tembus 14.000, hal ini memang sudah hampir 2 minggu rupiah mentereng di nilai 13.800. Bagai pembaca Fajar Sumatera tentu bisa dilihat info rupiah dan dollar serta IHSG yang disajikan tiap harinya. Begitupun IHSG, relative stabil dan respon pasar yang panik adalah hal wajar. Sama halnya orang yang dikagetkan saat bangun tidur, secara berangsur semua kembali normal.

Pengalaman Indonesia mengahadapi situasi seperti ini (bom bali, marriot dll), patut diberikan apresiasi kepada pelaku pasar dan ekonomi juga masyarakat Indonesia secara umum. Di media sosial, hastag #prayforjakarta mendadak hilang dari trending topic seolah ada intervensi dari tangan tak terlihat untuk mendorong kontra opini seolah tidak ada apa apa dengan Indonesia. Bahwa Indonesia sudah terbiasa mengahadapi tindakan seperti ini.

Diskusi singkat dengan salah seorang kawan menanggapi soal ini, Ia pun menjawab dengan santai. “Gak gitu juga keles. Kita woro woro di media sosial, group WA dan lain lain itu bukan juga bermaksud membuat kepanikan. Tapi untuk mengingatkan orang orang terdekat kita, jika bahaya bisa terjadi dimana saja. Tidak perlu berpikir jauh. Biar itu jadi urusan pemerintah. Toh gak ngefek dengan dapur kita juga, “selorohnya dengan santai.

Hal terpenting dari semua ini adalah bagaimana pemerintah melakukan respon cepat untuk memulihkan keadaan menjadi kondusif dan warga tidak was was untuk melakukan aktivitas kehidupannya. Tabik! []


~ Fajar Sumatera, Jumat, 15 Januari 2016

No comments:

Post a Comment