Tuesday, November 3, 2015

Politik Pengupahan

Oleh Deni Kurniawan


PERATURAN Pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan yang belum lama ini ditandatangani oleh Presiden Jokowi terus mendapatkan penolakan dari kalangan buruh di Indonesia. Tentu saja imbasnya pemerintah daerah (pemda) di seluruh Indonesia akan sering sering didemo oleh kelompok buruh dimasing masing Provinsi maupun kabupaten/kota.

Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang digunakan sebagai dasar penghitungan UMP 2016 adalah sebesar 11,5%. Artinya, cukup ditambahkan saja upah tahun sebelumnya dengan 11,5 persen ini.

Sekalipun mau diwolak walik cara dan perumusan pengupahan di tiap tiap daerah hasilnya tidak akan jauh dari rumusan PP No.78/Tahun 2015 tentang Pengupahan tersebut. Lantas, bagaimana dengan inflasi tahun depannya. Sementara survey kebutuhan hidup layak (KHL) dilakukan di tahun sebelumnya.  Artinya, kenaikan upah yang tidak seberepa itu jelas kualitas upahnya akan menurun jika pada tahun depannya inflasi serta pertumbuhan ekonomi disebuah daerah meningkat.

Misal, Desember 2015 Pemerintah Provinsi menetapkan upah minimumnya sebesar Rp1,8juta. Bulan maret 2016 terjadi inflasi yang mengakibatkan harga harga barang yang disurvey dewan pengupahan di tahun 2015 mengalami kenaikan harga. Jelas 1,8 juta diatas akan berkurang kualitasnya ketika dibelanjakan item barang barang sesuai komponen upah kebutuhan hidup layak yang hanya diperuntukkan seorang buruh lajang.

Bagaimana dengan buruh yang sudah berkeluarga dan mempunyai anak 1 (K1) ataupun anak 2 (K2)? Banyak saran buruh harus berjuang dalam prihal skala upah dimana buruh berdiskusi dan berdebat dengan pihak pengusaha untuk merundingkan upah didalam pabrik. Pertanyaannya, dimana peran Negara ketika itu berlangsung? Dimana peranan upah sebagai Jaring pengaman sosial? Berapa banyak buruh di pabrik yang berani merundingkan skala upahnya dengan pihak pengusaha didalam pabrik? Banyak lagi pertanyaan pertanyaan normative yang seharusnya Pemerintah Pusat mampu melindungi buruh dalam koridor hokum yang jelas dan memihak pada yang lemah. Tabik! []


~ Fajar Sumatera, Selasa, 3 November 2015

No comments:

Post a Comment