Monday, November 30, 2015

Melongo

Oleh Riko Firmansyah

SENYUM Saleh berbeda dari biasanya. Rapat saksi jagonya pada pencalonan kepala daerah kali ini benar-benar bermakna. Dia dapat Rp100 ribu untuk bertugas di TPS dekat rumahnya.

Dia melirik sekilas ke balakang. Sepeda mini yang dibeli di pasar untuk si bungsu masih terikat erat di belakang motornya. Itulah bukti bahwa hidupnya bermakna. Bermakna untuk keluarga, paling tidak.

Lagi pula apa susahnya menjadi saksi di TPS? Hanya mencatat perolehan angka suara sah dan tidak, jumlahkan, kemudian setor formulir C-1 pada koordinator kelurahan. Dapat pulsa dan nasi bungkus, pulang. Beres.

“Saya kok tidak dapat uang untuk saksi ya?” tanya Wati, istrinya.

“Kenapa tanya saya? Sana geh tanya sama jagoanmu yang ingin membuat rakyatnya bahagia itu!” jawab Saleh, yang sedang melepas ikatan sepeda  mini di jok belakang motornya.

“Iya Leh, saya juga kenapa tidak dapat uang saksi?” Tanya Minak Tab, yang nimbrung melihat Saleh sibuk menyetel sepeda mini.

“Belum kali. Jagoan Minak itu mengusung program menghapus pengangguran. Jadi, dapat uangnya saat gajian, pas tanggal muda,” jawab Saleh, sambil nyengir.

“Wati! Mana kopinya? Ini ada Minak,” pinta Saleh, pada istrinya.

Dengan wajah masam Wati membawa dua gelas kopi untuk mereka berdua.

“Kalau uang yang kamorang kejar pada Pilkada ini mending ikut calon saya. Cash and carry, gak pake lama langsung cair,” saran Saleh.

“Aduh tumpah! Sana, buat lagi!” jerit Wati, menumpahkan nampan kopi. Kemudian, dia berlalu sambil menuntun si bungsu bermain sepeda.

“Gak usah, Leh. Saya mau cari umpan untuk mancing di sungai,” ujar Minak Tab, yang juga beranjak pergi.

Saleh melongo melihat kepergian mereka.

Seorang sahabat mendefinisikan kata melongo. Artinya, kagum atau kasian. []


~ Fajar Sumatera, Senin, 30 November 2015

No comments:

Post a Comment