Wednesday, November 18, 2015

Dunia Selebar Daun Kelor

Oleh Abdullah Al Mas’ud

ERA 80-90 an ungkapan dunia tak selebar daun kelor masih berlaku, Kini,  eranya sudah berbalik seiring dengan perkembangan teknologi dan pengetahuan: dunia selebar daun kelor.

Kenapa daun kelor yang jadi ungkapan? Sebab, daun kelor ukurannya yang kecil. Jadi karena ukurannya yang kecil itu, pantas dijadikan ungkapan karena daun kelor bisa digenggam. Ternyata, ungkapan itu jadi kenyataan bahwa dunia bisa digenggam seperti daun kelor.

Dahulu teknologi komunikasi dikuasai penuh telepon dan telegram. Teknologi berkembang terus, kini masanya internet. Kondisi itu juga mengubah cara hidup rakyat Indonesia.

Sebelum teknologi menguasai dunia, media cetak merupakan satu-satunya alat informasi sehingga muncul kebiasaan membaca. Dari buada membaca meningkat ke menjadi mendengar, terus ke buada menonton. Kini internet.

Munculnya internet, membuka selebar-lebarnya budaya asing memasuk ke berbagai ruang, bahkan sampai anak-anak. Twiter, Facebook, Internet maupun HP, SMS, mendahului globalisasi.

Jika kemajuan itu dipakai untuk kegiatan positif tentu setuju sekali, Namun, jika sebaliknya teknologi tak mungkin dibendung. Kegiatan negative seperti pornografi sulit diantisipasi dalam dunia teknologi atau dunia maya (dumay).

Pemerintah sudah berusaha tetapi hanya berlaku pada Telkom. Jiak dibuka hal-hakl yang bersifat pornografi hanya muncul internet positif. Sejumlah operator masih saja meloloskan. Kini, pengguna internet hamper menyentuh 200 juta, menyadur dari Telkomsel.

Penggunaan internet juga akan terus meningkat di Indonesia. Pengguna ini merupakan revolusi besar di dalam penggunaan teknologi telekomunikasi. Malah kini informasi boleh dibilang jadi garda terdepan.

Namun, yang terpenting adalah soal ketahanan nasional, khususnya ketahanan budaya agar tidak runtuh dan tidak jebol. Indonesia memang sudah siap karena dengan ketahanan ini merupakan modal utama.

Berbeda dengan negara-negara yang tidak siap dengan teknologi, seperti China yang melarang teknologi informasi jika tidak sesuai dengan budayanya.

Wajar jika produsen telekomunikasi mengincar Indonesia karena merupakan pasar empuk dengan 300 juta penduduk. Untuk itu tidak jarang pengusaha-pengusaha yang bergerak dalam bidang teknologi telekomunikasi mengeruk keuntungan yang tidak sedikit, memanfaatkan momentum tersebut.

Teknologi informasi di Tanah Air juga menyamakanratakan antara pejabat dan rakyat. Sebab dari presiden sampai rakyat kecil di pelosok pun pakai HP yang sudah masuk lahan android dimana sekarang sudah pakai 4G. Jadi memegang HP sama dengan menggenggam dunia.

Contoh pembordiran di Prancis yang menewaskan 170 orang. Dalam tempo dua jam berita itu sudah menyebar ke Tanah Air karena disebarluaskan oleh pengguna HP atau jadwal pertandingan sepakbola di Benua Eropa sudah muncul dalam tempo satu jam di Tanah Air.

Itu contoh informasi yang positif. Tetapi jika informasi yang diterima pelanggan internet bersifar menjerumuskan bakal merusak nilai budaya.

Untuk memagar budaya yang tak tersaring dengan baik, pemerintah smpai membuat aturan lewat undang-undang teknologi. Materinya menakankan pada penyebaran informasi  negatif. Kini, dunia makin kecil dan selebar daun kelor. []


~ Fajar Sumatera, Rabu, 18 November 2015

No comments:

Post a Comment