Thursday, November 5, 2015

Ibu-ibu Pengajian

Oleh Riko Firmansyah


IBU-IBU menjadi primadona kampanye di setiap ajang pemilihan umum (Pilkada, Pileg, Pilpres, hingga pilkades). Karena, secara kuantitatif mereka adalah pemilih ril di setiap TPS. Lima kali lebih banyak dari pemilih pria.

Selain itu, dampak dari semua kebijakan pemerintah mereka yang paling dulu merasakannya. Manajemen dan kelangsungan kehidupan rumah tangga ada di tangannya. Mulai dari sekolah, beras, pengobatan, gas, dan listrik.

Termasuk cita-cita para ibu-ibu rumah tangga. Sederhana saja: anak sekolah lalu dapat pekerjaan nikah dan nimang cucu, suami tak selingkuh, makan sederhana jadilah, ibadah cukup, dan mati masuk surga.

“Maksudnya, siapapun yang mampu merebut hati ibu-ibu bakal terpilih. Gitu, Minak?” komentar Saleh.

“Yang sudah-sudah sih gitu. Mereka selalu menang,” ujar Minak Tab.

“Pantesan beberapa calon menarik simpati ibu-ibu melalui kegiatan pengajian dan wisata religi,” lanjut Saleh.

“Iya, pada setiap kegiatan itulah disisipkan program dan rencana calon bila terpilih. Tapi, harus ril. Seperti makan cabe, begitu digigit harus terasa. Bukti nyata, tak hanya bicara. Pulang ada yang dibawa,” jelas Minak Tab.

“Bila ada calon menyinggung soal meringankan beban rumah tangga tapi pulang jalan kaki dan tangan hampa, dijamin bakal jadi rumpian hingga berbulan-bulan,” terang Minak Tab.

“Bukankah menjanjikan barang atau sesuatu untuk memilih pasangan tertentu termasuk pelanggaran?” tanya Saleh.

“Leh, untuk kampanye ke ibu-ibu tak perlu toa dan panggung hiburan. Cukup bisik-bisik diantara mereka. Yang penting ril dan nyata saat itu juga. Jadi, tidak ada bukti visual dan suara,” ungkap Minak Tab.

“Pantesan, setiap masalah ini mencuat pengusutannya selalu terhambat. Seperti mengejar angin,” kata Saleh.

Tapi ingat juga, Leh. Jangan macam-macam terhadap kaum ini. Sekali saja mereka terluka bakalan berabe. Tahu kan ibu-ibu kalo ngerumpi. Bisa-bisa kamu menyesal dilahirkan ke dunia.

“Emang kamu berminat mencalonkan diri juga, Leh?” Tanya Minak Tab.

“Siapa yang tidak mau jadi pejabat. Tapi, syarat dan caranya itu yang njlimet. Lebih baik saya mengoleksi kaos dan nonton dangdutan saat kampanye saja,” tandas Saleh. []


~ Fajar Sumatera, Kamis, 5 November 2015

No comments:

Post a Comment