Wednesday, November 11, 2015

Guru Bahasa Lampung

Oleh Abdullah Al Mas’ud

MENYAKSIKAN acara televisi tengah malam, tentu masih malas, kecuali siaran langsung pertandingan sepakbola. Namun, kemarin saya menyaksikan televisi, ternyata berbagai stasiun televisi menayangkan acara seputar Lampung. Begitu ganti saluran, acaranya pun sama tapi beda kegiatan.

Meski acaranya tengah malam, tentu siapa pun sepakat jika hal itu sebagai usaha dan upaya untuk melestarikan nilai-nilai budaya dan pembangunan di Lampung lebih mencapai sasarannya. Upaya dan usaha itu tidak bicara mengenai Lampungnisasi, tetapi justeru memasukkan nilai-nilai lebih ke berbagai kegiatan.

Sebagai contoh, kemarin malam, menggali potensi laut dengan menciptakan keramba dan soal budaya yang mengangkat daerah mampu menghadirkan nilai-nilai tentang keberadaan Lampung.

Orang boleh bicara mengenai Lampung tersebut dengan bermacam-macam pandangan. Tetapi masyarakat yang bukan orang Lampung mulai bertanya-tanya mengenai keberadaan daerah yang dikembangkan oleh penayang acara. Untuk itu beragam kegiatan di berbagai media pun harus mampu mengembangkan nilai-nilai seni dan pembangunan secara kreatif dalam penyajian.

Peran televisi lokal khususnya di Lampung banyak mengangkat mengenai keberadaan yang berdasarkan nilai-nilai daerah. Bahkan karena Lampung ini juga tergolong daerah yang berpenghuni masyarakat heterogen sehingga ada televisi yang mengisi acara wayang, ketoprak.

Demikian juga koran lokal yang terus mengisi rubrikasi dengan keberadaan dari berbagai sisi soal Lampung. Misalnya di Harian Fajar Sumatera (Koran ini) menyajikan rubrikasi “Jalan-jalan” yang menonjolkan objek wisata apa adanya sebagai kekayaan daerah. Dengan begitu membantu promosi wisata sebagai salah satu program penunjang pemerintah daerah. Begitu juga pada halaman opini yang menampung badaya daerah.

Bahkan sejumlah perguruan tinggi turut mengembangkan budaya daerah, seperti IBI Darmajaya yang beberapa hari lalu menghadirkan mahasiswa Vietnam untuk menari perdana. Kemudian Unila membuka Jurusan Bahasa Lampung.

Persoalan bahasa di Unila jelas tujuannya untuk mengembangkan bahasa Lampung bahkan bukan tak mungkin jika ada koran lokal yang menyisipkan muatan berbahasa Lampung. Hal tersebut tidak bertentangan dengan keputusan UNESCO di mana Bahasa Lampung yang merupakan atau bahasa lokal harus dilestarikan.

Dengan demikian para mahasiswa yang mengambil fakultas bahasa Lampung juga tak perlu khawatir menganggur karena guru Bahasa Lampung akan sangat dibutuhkan.

Apalagi peran pemerintah daerah dalam melaksanakan misi tersebut harus didukung oleh materi yang tepat dan efektif, didukung dengan dana yang memadai. Nah…disini guru Bahasa Lampung harus disiapkan dengan baik serta kewajiban Pemda untuk mewujudkan adanya nilai budaya Lampung di setiap SD, SMP, dan SMA.

Jika hal itu berlangsung, tentu konsekunsi logisnya, pemerintah daerah bisa menganjurkan pegawai negeri berbahasa Lampung, minimal dua minggu sekali. Termasuk pada saat upacara bendera setiap pagi menggunakan cara dan pidato berbahasa Lampung.

Hal tersebut sebetulnya bukan sekadar menghargai, tetapi lebih dari itu, yakni mengajak warga Lampung untuk menjunjung tinggi daerah dalam menggunakan dan melestarikan budaya dan bahasa lokal. []


~ Fajar Sumatera, Rabu, 11 November 2015

No comments:

Post a Comment