Tuesday, August 18, 2015

Merdeka Apo Dio

Oleh Riko Firmansyah 

Merdeka itu sakral.
Merdeka itu bebas.
Merdeka itu berdiri sendiri.
Merdeka itu lepas dari tuntutan.
Merdeka itu tidak terikat.
Merdeka itu tidak bergantung kapada orang lain.
Merdeka dari penjajahan bangsa lain.
Kita sudah merdeka!
Sadarlah, kita sudah merdeka.
Tak ada tapi kok, rasanya, atau apapun, yang meragukan itu
Ingat slogan "Merdeka atau Mati".
Ingat slogan "Sekali Merdeka Tetap Merdeka".
Banyak nyawa, harta, tenaga, dan pikiran untuk mendapatkannya.

"Kakek saya gugur bukan ditembak penjajah tapi kena radang usus. Ketika itu dia kepergok patroli tentara Belanda tengah memakai pin logam bergambar bendera merah putih di kerah bajunya. Dia dipaksa menelan pin itu oleh serdadu kompeni. Dan, meninggal satu bulan kemudian," kenang Minak Tab.

Bandingkan dengan sekarang, merah putih berkibar di mana-mana. Tanpa perlu sembunyi-sembunyi untuk mengibarkannya, di atas gunung, pohon, laut, tengah danau, dan rumah. "Silahkan dikibarkan. Itulah bagian kecil dari merdeka," lanjut Minak Tab.

Jadi, apa yang patut diragukan soal kemerdekaan ini? "Apa tadi kamu bilang, rakyat masih banyak yang melarat. Kenapa itu jadi parameter kemerdekaan?"

Atau, kehidupan penuh aturan yang dilanggar dan pembatasan yang selektif. Penuh penghianatan dan pendustaan keadilan. Undang-undang dibuat berdasarkan pesanan. Orang salah dilindungi dan dipelihara. Yang benar menjadi sasaran, diburu, difitnah, dipenjara tanpa keadilan.

Dangkal betul membuat alasan seperti itu sehingga mengambil simpulan belum merdeka. Semua negara merdeka juga mengalaminya. Apalagi di era globalisasi sekarang ini. Dan, tidak bisa dibandingkan dengan makna merdeka karena semua itu adalah prilaku kriminal atau tindak pidana.

Dan, ada sifat buruk dalam perkataan soal sembungkuk-bungkuk ketika bertemu bangsa asing demi kucuran dananya. Beralibi untuk dana pembangunan. Padahal, pembangunan rumah dan antek-antek penguasa.

Itu iri dan dengki, jangan dibiarkan.

"Bila tidak? Kamu akan sama seperti mereka. Merdeka ya merdeka. Kriminal ya kriminal. Jadi, jangan disejajarkan," ujar Minak Tab.

"Udah sih Minak. Kok sewot begitu. Iya, iya, kita sudah merdeka," ujar Saleh, sambil membanting kartu gaplenya dalam rangkain perlombaan demi merayakan HUT RI ke-70 di kampung.

Tiba-tiba, tetangga Saleh yang baru pindah dari Pelambang datang.

"Wan, Balik. Tiduk, sudah malam. Besok, Kau sekolah," ujar Cek Nan, sambil menarik tangan anaknya yang tengah asik main catur.

"Ini lagi lomba hari merdeka, Pak. Kagek dulu baliknyo," ujar Wawan, sambil berontak.

"Merdeka apo dio. Balik!" bentak Cek Nan. []


~ Fajar Sumatera, Senin, 18 Agustus 2015

No comments:

Post a Comment