Tuesday, August 4, 2015

Kepo

Oleh Riko Firmansyah


“LEBARAN telah berlalu dan arus mudik sudah surut. Kenapa, jalan di kota masih dipadat mobil hingga memacetkan jalan?” Tanya Saleh.

“Alhamdulillah. Berarti orang kita banyak yang bisa kebeli mobil,” jawab Minak Tab.

“Iya sih tapi gak mesti gitu juga. Soalnya jalan-jalan di kota, terutama dekat wilayah  pertokoan jadi sembrawut. Mobil dan sepeda motor berjejal seperti semut. Jangankan mau jalan, nafas saja sepertinya susah. Sangking sesaknya,” ujar Saleh.

“Lebay,” ujar Minak Tab.

“Angkot ngetem sembarangan, mobil parkir di mana-mana, belum lagi lapak pedagang yang memenuhi badan jalan. Kok kayaknya gak punya disiplin dan aturan ya?” guman Saleh.

“Mulai,” sergah Minak Tab.

“Mulai apa, Minak?” Tanya Saleh.

“Mulai kepo,” jawab Minak Tab.

“Karena Itu pemandangan biasa dan lumrah terjadi kota besar. Nikmati saja. Semua sudah ada yang atur. Gak akan selesai masalah seperti itu kalau hanya kita yang memikirkan. Harus semua pihak ikut terlibat menyelesaikannya. Satu saja bersikap masa bodoh maka jadinya seperti yang kamu ocehkan barusan,” lanjut Minak Tab.

“Jadi gimana dong?” sergah Saleh.

“Kita saja yang harus mikir dan waspada bila ingin ke tempat keramaian seperti itu. Jangan pakai perhiasan mencolok, dompet sering-sering dipegang, dan HP jangan ditenteng. Kalau tidak bisa kecopetan atau dijambret orang,” lanjut Minak Tab.

“Selain itu, bila tidak terlalu penting hindari wilayah sesak seperti itu. Kalau sekedar beli sisir dan sandal jepit di warung dekat rumahmu juga ada jualannya. Hanya ingin jalan-jalan sekadar cuci mata tapi terkena musibah kan gak asik,” tambah Minak Tab.

“Kalau begitu hidup kita bisa kehilangan warna dong. Tak tahu dunia luar,” jawab Saleh.

“Warna apak ndai! Banyak yang dilihat artinya banyak mau. Ingat ya Leh, kemauan adalah cikal bakal kesulitan. Lebih baik kamu setelah kerja jadi centeng gudang langsung pulang. Dapat uang berikan istri untuk belanja sayur di pasar. Itu saja sudah bersyukur harusnya. Tapi, terserahlah. Hidup-hidup kamu kenapa saya yang pusing,” tandas Minak Tab, sambil beranjak pergi.

Sambil memandangi punggung paman itu, Saleh berguman dalam hati. “Dasar produk jadul”. []


~ Fajar Sumatera, Selasa, 4 Agustus 2015


No comments:

Post a Comment