Wednesday, June 24, 2015

Penguasa Masturbasi

Oleh Abdullah Al Mas’ud

NAMANYA juga masturbasi…tentu yang mendapatkan kepuasan hanyalah diri sendiri, meski pelakunya tahu masturbasi itu salah. Namu, bagi penguasa apapun bisa dilakukan.  Aturan pun bisa diolah dan diputar balik untuk mendapatkan opini terbalik demi orgasme. Sayangnya, semua ini justru ditunjang oleh pemikiran pragmatis kebanyakan rakyat yang membuat masturbasi otaknya semakin menjadi-jadi.

Program sekolah gratis sangat bagus. Siapapun tentu  setuju. Namun, jika program itu disalahgunakan yang tadinya untuk kepentingan masyarakat yang dikemas dalam aturan untuk pembatasan sebagai legalisasi publik bisa dilawan.  Batasan tak lagi jadi aturan yang sudah jadi kepentingan pribadi yang mengatasnamakan kepentingan masyarakat.

Ada kesan, otoriter sudah dimainkan sehingga pelanggar tak disalahkan tetapi aturannya yang salah. Gaya ini bagai di era Orde Baru yang menggunakan slogan Demokrasi Pancasila, tapi semua aturan apa kata penguasa.  Segala aturan yang dilanggar penguasa, maka aturannya yang salah bukan penguasanya karena tak ada penguasa melanggar.

Manusia penonton yang hanya yakin dengan tontonan dan merasa sudah sangat tahu dan benar tanpa pernah mau belajar lebih mendalam menjadi “bola” yang sangat mudah ditendang dan dipermainkan. Masturbasi penguasa pun bisa terus dilakukan.

Persoalan ini sangat menarik menarik untuk dicermati karena menjadi bukti bahwa keadilan itu memang bukanlah yang diperjuangkan. Wakil rakyat yang yang dipercaya menegakkan aturan seolah tak bertaring. Tak ada yang berani lagi melawan meski sudah jelas-jelas melanggar hukum.

Di era Orba, persoalan ini tak ada yang berani menyentuh hukum.  Sebaiknya tak sampai menyentuh ke sana.  Namun, sebagai penguasa sebagai panutan warganya sebaiknya mengikuti aturan yang telah disepakatai.

Jika penguasa mengikuti aturan itu, tentu bukan soal arogansi tetapi konsistensi perjuangan untuk mau melakukan perubahan menjadi lebih baik, sehingga terlepas dari tirani otak dan hati yang terbelenggu.

Pemikiran positif memang harus terus ada dan dijalankan ke depan, tetapi bukan berarti berharap pada mimpi pepesan kosong dan meyakininya tanpa mengenyampingkan aturan. Lupa bahwa para pejabat itu hanyalah hamba rakyat yang seharusnya tidak arogan dan bermain-main dengan aturan yang dibuat sendiri hanya untuk mendapatkan orgasme.

Masyarakat tak boleh terus-menerus dijadikan objek mereka, tetapi adalah subjek yang seharusnya dihormati sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.

Oleh karena itu, belajar dan berpikir untuk menghasilkan dan menciptakan hal baru merupakan bentuk syukur dan hormat atas anugerah yang sudah diberikan Ilahi. Ada aturan tapi masih diterjang demi orgasme. []


~ Fajar Sumatera, Rabu, 24 Juni 2015

No comments:

Post a Comment