Friday, June 5, 2015

Hadiah dari PTBA

Oleh Abdullah Al Mas'ud

ADA hal yang menarik dari pembahasan hearing antara DPRD Lampung, pihak PT Bukit Asam (PTBA) Persero, Dinas Pertambangan-Energi, dan PT Kereta Api Indonesia, kemarin.  Mereka bukan hanya menyoroti sumbangsih  PTBA yang hanya secuil dari pendapatannya, tetapi juga dampak kemacetan yang dibuat PTBA selama puluhan tahun terhadap warga Lampung.

Jika melihat dari penghasilannya yang mencapai Rp2 triliun, sangat tak layak perusahaan tambang batubara itu menyumbang provinsi ini hanya Rp4 miliar.  Secara matematis, berarti hanya memberikan kurang dari 0.025 persen atau satu persen dibagi empat. Luar biasa…
Biar memudahkan hitungan, angka sumbangsih yang hanya 0,025 persen dari PTBA untuk Lampung itu, bila diilustrasikan Anda punya Rp2.000, kemudian yang disumbangkan Rp0,025 persen, berarti hanya menyumbang  Rp5,- (baca: lima perak).

Belum lagi kemacetan yang diakibatkan kereta babaranjang bermuatan ribuan ton batubara dengan menggandeng lebih dari 40 gerbong kereta.  Kondisi itu berlangsung setiap pagi, sesuai dengan jam warga kota memulai aktifitas.  Kemudian siang dan sorenya, bersamaan bubaran kantor.

Dampaknya sangat banyak dan merugikan masyarakat sedangkan pemasukan buat daerah hanya Rp4 miliar per tahun. Jumlah itu, bukan hanya untuk provinsi, tetapi dibagi-bagi ke daerah Lampung lainnya. Bisa dibayangkan, sebandingkah sumbangan itu?

Dampak lainnya, juga berlaku terhadap para pemimpin daerah. Mereka harus berpikir keras untuk mengatasi kemacetan akbat kereta babaranjang bermuatan batubara milik PTBA.
Di sisi lain, Gubernur Lampung dituntut rakyat untuk terus memperbaiki infrastruktur untuk mengatasi kemacetan,  sedangkan PTBA yang menciptakan kemacetan terkesan diacuhkan karena rakyat tak bisa menyampaikan aspirasinya ke PTBA.

Wali kota juga demikian, bahkan membangun jembatan laying atau flyover untuk mengantisipasi kekesalan warga setiap hari yang melintas rel kereta.

Ada baiknya juga jika pemerintah pun membatasi jumlah kereta babaranjang yang melintas di provinsi ini, misalnya maksimal dua atau tiga sehingga tak lagi menciptakan kemacetan panjang.  Jumlah gerbong itu juga sesuai dengan sumbangan yang diberikan PTBA terhadap provinsi ini yang jumlahnya Rp 4 miliar per tahun.

Apakah mesti menunggu lebih lama untuk merasakan sumbangsih signifikan, setidaknya berbanding lurus dengan penghasilan PTBA? Langkah apa yang mesti diambil Pemprov dan kabupaten berikut kota yang kenda dampak dari PTBA? []


~ Fajar Sumatera, Jumat, 5 Juni 2015

No comments:

Post a Comment