Wednesday, December 23, 2015

Refleksi 2015

Oleh Riko Firmansyah

SETIDAKNYA ada tujuh persoalan menonjol, tahun ini. Asuransi BPJS, kekerasan seksual anak dan wanita, rendahnya nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika, hutang negara, Freeport, kabut asap, dan pilkada serentak.

JKN dan BPJS Kesehatan terkesan mewajibkan rakyat untuk ikut. Seolah-olah negara hendak berlepas tangan dari urusan layanan ini. Mungkin saja negara hendak memindahkan tanggungjawabnya ke pundak rakyat.

Kekerasan seksual terhadap anak-anak dan wanita, sebab mendasarnya adalah luasnya sebaran informasi mengenai ini di media massa. Televisi paling dominan. Serta lemahnya pengawasan yang harus dikoreksi kemudian.

Rupiah beberapa kali menembus Rp14.000 per Dolar AS. Importir paling terpukul akibat ini. Tetapi tidak bagi rakyat menengah ke bawah. Mereka terbiasa makan tiwul dan jagung bila keadaan bertambah gawat.

Hutang membengkak tetapi diimbang sebaran anggaran ke pelosok melalui DAK serta dana desa. Khusus dana desa, masyarakat tergagap menerima ini karena pusat tidak menyiapkan mekanisme pelaporan dan SDM-nya.

Freeport oleh pusat diberi sinyal kepastian perpanjangan kontraknya tanpa memperhatikan pendapat warga papua yang merasakan dampak dari perusahaan tambang.

Kabut asap selalu menyelimuti Indonesia bagian barat serta tangah, terutama yang memiliki lahan gambut. Dan, setiap tahun juga pemerintah tergopoh-gopoh mensikapinya.

Pilkada serentak dengan berbagai kelebihan dan kelemahannya telah membuktikan bahwa rakyat makin dewasa berpolitik. Makin kritis dalam menilai kebijakan yang anti publik, terlihat dari kalahnya sejumlah petaha.

“Bagaimana dengan 2016 nanti?” tanya Saleh.

“Nanti ya nanti. Tapi, terkesan pemerintah akan makin gragas menggali pendapatan sektor pajak. Terlihat dari penetapan APBN 2016, pada Oktober lalu. Bila sukses terlaksana, menunjukan rakyat makin mapan,” jawab Minak.

“Bila tidak?” kejar Saleh.

“Hehehe…,” respon Minak Tab. []


~ Fajar Sumatera, Rabu, 23 Desember 2015

No comments:

Post a Comment