Thursday, December 3, 2015

Menjelang Pilkada Serentak

Oleh Deni Kurniawan


PEMANDANGAN akan hiruk pikuk pilkada serentak 2015 ini memang tidak seheboh pesta politik tahun tahun sebelumnya. Dimana saat itu kita bisa lihat geliat kontestan atas ongkos politik yang begitu besarnya amat mempengaruhi kondisi ekonomi daerah bahkan orang per orang.

Bisa kita runut mulai dari bidang informasi (media massa) baik cetak maupun elektronik kebanjiran pemesanan iklan. Bidang percetakan besar maupun kecil, tak ayal lagi, kewalahan melayani pesanan barang cetakan, baik cetakan untuk spanduk, banner, stiker, kalender, kartu nama dan lainnya. Bidang konveksi baik dalam sekala besar maupun dalam skala kecil pun dibanjiri order untuk pembuatan baju kaos yang dipesan calon kepala daerah sendiri maupun yang dipesan partai politik.

Rumah makan, tidak mau kelah, ramainya pembeli, terutama oleh calon kepala daerah dan atau partai politik untuk memberi makan panitia atau memberi makan peserta kampanye atau peserta rapat akbar. Bidang trasportasi, juga kebagian carteran untuk mengangkut perserta kampanye atau rapat akbar dari tempat tinggal mereka ke tempat kampanye atau rapat akbar tersebut. Begitu juga dengan pedagang kaki-lima, ikut ketiban rezeki, mereka menjajakan barang dagangannya di sekitar tempat berkampanye atau rapat akbar yang digelar oleh partai politik dan atau oleh calon-calon

Di sisi lain, pilkada serentak merupakan salah satu wujud realisasi agenda reformasi, yakni penguatan otonomi daerah. Karenanya, proses politik dalam bentuk pesta demokrasi tersebut memang didesain untuk mendorong inisiatif daerah dalam membangun sinergi antar berbagai elemen di daerah, mengembangkan pendidikan politik, memperkuat legitimasi kepala daerah, serta meningkatkan partisipasi warga.

Pilkada serentak secara langsung juga dapat membuat kepala daerah lebih dekat dengan rakyat karena mendapat legitimasi politik langsung dari rakyat. Selain itu, Pilkada serentak juga dinilai dapat menjadi instrumen untuk meningkatkan partisipasi demokrasi.

Bagaimanapun, partisipasi rakyat merupakan salah satu kebutuhan yang tidak bisa dinafikan dalam pelaksanaan otonomi daerah dalam membangun daerahnya.

Kedua sudut pandang diatas mempunyai plus minus bagi berbagai kalangan atau secara umum bagi rakyat kebanyakan. Peraturan KPU yang lebih detail dan ketat, paling tidak mampu menepis dampak negative yang selama ini seolah menjadi momok bagi peta demokrasi. Presiden pun tampak kaget dengan ketiadaan hiruk pikuk kampanye pilkada yang bisa dibilang tidak menghebohkan. Karena, bisa jadi metode yang digunakan oleh pasangan calon kepala daerah dan partai pendukungnya masih sangat monoton.

Di Lampung, Gubernur M. Ridho Ficardo memberikan apresiasi atas kinerja Forkopimda ditiap daerah yang cukup mampu membangun kondusivitas suasana menjelang pilkada serentak 9 Desember 2015. Geliat ekonomi daerah dengan tingkat pertumbuhan investasi yang tinggi pun menjadi parameter atas kondisi masyarakat yang aman dan nyaman untuk menggerakkan roda ekonomi di Provinsi Lampung. Akan tetapi, pun tidak luput terhadap titik titik rawan konflik yang sudah menjadi pemetaan aparat Kepolisian menjelang pencoblosan dan pasca penghitungan.

Semoga hiruk-pikuk itu kembali riuh atas harapan umum rakyat dari hasil pilihannya dan menjadi sesuatu yang baik bagi kemaslahatan ummat. Partisipasi politik yang dinamis (apapun bentuknya) jelas akan mendorong geliat ekonomi bagi masyarakat maupun pembangunan. Tabik! []


~ Fajar Sumatera, Kamis, 3 Desember 2015

No comments:

Post a Comment