Friday, December 4, 2015

Hapus Sehat Jasmani-Rohani

Oleh Abdullah Al Mas’ud


SEJAK seminggu belakangan, penyandang disabilitas menjadi sorotan serius di berbagai kalangan lantaran masih disingkirkan atau tertekan dengan diskriminasi. Buktinya, dalam setiap lembaga pemerintah atau swasta masih berlaku syarat sehat jasmani dan rohani.

Kondisi tersebut secara langsung sebagai bentuk perbedaan buat kaum disabilitas.  Versi WHO (world health organization), disabilitas adalah suatu ketidakmampuan melaksanakan suatu aktifitas/kegiatan tertentu sebagaimana layaknya orang normal.

Banyak lembaga yang belum berani menghapuskan klausul sehat jasmani dan rohani. Apalagi lembaga bisnis swasta, masih kental dengan klausul tersebut.

Okelah, jika di kantor pebisnis swasta tak berlaku. Namun, di lembaga pemerintahan seharusnya berani menghapus klausul sehat jasmani dan rohani. Sebab selama ini banyak ditemui dalam persyaratan pengadaan pegawai dengan syarat sehat jasmani rohani.

Disadari atau tidak klausul tersebut sangat nyata mengandung unsur diskriminasi. Padahal kebutuhan para penyandang disabilitas harus menjadi bagian dari semua tahap dan proses pembangunan, penyandang disabilitas harus dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan untuk pembangunan.

Kaum difabel, istilah untuk penyandang disabilitas, terdapat di mana-mana dan ada di setiap lapisan masyarakat. Mayoritas penyandang disabilitas masih tertinggal dalam bidang pendidikan, pekerjaan, dan berbagai kesempatan-kesempatan sosial, ekonomi, politik, serta hidup dalam kemiskinan.

Jika pemerintah dan sektor bisnis masih menutup pintu buat penyandang disabilitas tentu kian tersingkir. Padahal banyak contoh kaum difavel yang berkemampuan bagai orang nirmal bahkan bisa melampaui.

Sejak dua hari lalu, tepatnya 3 Desember, sejumlah stasiun televisi menyoroti peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI) yang jatuh pada 3 Desember, dengan beragam bentuk acara. Hampir semua televisi itu menayangkan kiprah dari Sri Lestari, penyandang disabilitas dari Klaten, Jawa Tengah..

Dalam tayangan itu, Sri Lestasi digambarkan sebagai sosok difabel yang melakukan kegiatan bagai orang normal. Dengan motor jenis bebek yang dimodifikasi menjadi roda tiga, Sri bisa menjalankan rutnitasnya sebagai pekerja sosial di UCP Roda Kemanusiaan. Setiap hari dia mengendarai motor sekitar 40 kilo meter untuk menjalankan tugas mendata teman-teman yang membutuhkan alat bantu, khususnya kursi roda. Sri yang menderita kelumpuhan termotivasi agar kaum difabel bisa mandiri dalam kegiatan sehari-hari.

Dengan terhapusnya syarat mutlak perkantoran baik pemerintah maupun swasta sudah tentu banyak manfaatnya, baik dari sisi ekonomi, negara maupun kaum difabel.  Sebab mengacu pada Sidang Umum PBB mengeluarkan resolusi No. 37/52 tanggal 3 Desember 1982 dan Tahun 1997 terbit Undang-Undang RI No. 4 tentang kesetaraan kaum difabel sudah kuat untuk menghapuskan dikriminasi.

Semoga peringatan Hari Disabilitas Internasional tahun 2015 menjadi wahana untuk lebih dapat meningkatkan kesadaran masyarakat secara luas tentang kepedulian masyarakat akan isu disabilitas. []


~ Fajar Sumatera, Jumat, 4 Desember 2015

No comments:

Post a Comment