Monday, December 14, 2015

Hari Nusantara

Oleh Riko Firmansyah


SEBELUM 1982, asing menganggap laut Indonesia wilayah bebas. Mengingat peraturan zaman Hindia Belanda, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai.

Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.

Meskipun dalam Deklarasi Djuanda yang dicetuskan 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja, adalah deklarasi yang menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI, tidak mendapat pengakuan signifikan.

Sampai ketika, Mochtar Kusumaatmadja, menteri luar negeri ketika itu, mencetuskan konsep dan mengkampanyekan pada dunia soal Wawasan Nusantara yang mengadopsi deklarasi tersebut.

Ketika itu Mochtar Kusumaatmadja menghadiri Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jamaica (1982) dan gagasan negara kepulauan diterima dan dikukuhkan.

Akhirnya, Indonesia diakui mempunyai kedaualatan Zona Ekonomi Eksklusif 200 meter dan batas landas kontinen hingga 16 mil laut terhitung dari titik laut terluar kepulauan Indonesia.
Demikian juga Deklarasi Djuanda diakui dalam legalitasnya. Pada 1994 seluruh hasil konferensi hukum laut tadi berlaku efektif.

Oleh sebab itu, tanpa mengangkat senjata atau perang, wilayah Indonesia bertambah seluas 8 juta kilometer.

Selanjutnya delarasi ini dipertegas kembali dengan UU No. 17/1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan.

Pada 1999, Presiden Abdurrahman Wahid mencanangkan 13 Desember sebagai Hari Nusantara.

Penetapan hari ini dipertegas oleh Presiden Megawati dengan menerbitkan Kepres No. 126/2001 tentang Hari Nusantara, sehingga 13 Desember resmi menjadi hari perayaan nasional tidak libur.

“Setelah itu apa?” tanya Minak Tab.

“Iya, Minak. Setelah perjuangan mereka apa yang kita lakukan?” Tanya Saleh.

Laut mulai terasa hampa. Terumbu karang hancur, hutan mangrove hilang, pencurian hasil laut di mana-mana, dan perbudakan nelayan merajalela.

“Hanya satu orang, dari sekian banyak manusia di Indonesia, yang sepertinya paham bagaimana menjadi pewaris laut yaitu Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti,” ungkap Minak Tab.

“Semoga saja perempuan cerdas dan aneh itu sebanding dengan para pejuang Nusanatara sebelumnya,” ujar Saleh. []


~ Fajar Sumatera, Senin, 14 Desember 2015


No comments:

Post a Comment