Tuesday, March 1, 2016

Bebaskan Penderitaan Rakyat

Oleh Abdullah Al Mas’ud


PERSOALAN kereta batubara rangkaian panjang (babaranjang) terus bergulir lantaran dianggap sebagai pembuat masalah di kota ini. Ada dua masalah yang diciptakan dari babarnjang: kemacetan dan polusi akibat debu batubara yang terbang di atas kereta.

Seiring dengan meningkatnya kebutuhan, pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi, mengakibatkan kepadatan lalu-lintas yang tinggi. Sedangkan babaranjang seolah tak pernah memikrikan dampak dari kemajuan dan perkembangan penduduk. Hal itu dibuktikan dengan menambah jumlah gerbong yang kini panjangnya sampai ratusan meter. Padahal semakin panjang jumlah gerbong sudah tentu menambah kemacetan dan meningkatkan polusi.

Dampak buruk lain ke masyarakat adalah melambatkan transportasi yang jadi tumpuan roda perkonomian penduduk di perkotaan. Jika, kereta babaranjang melintas di kota, sudah pasti macet sampai ratusan meter. 

Belakangan, perusahaan perkeretaapian di bawah naungan Kementerian Perhubungan juga malah membuat batasan dengan membuat dinding beton yang ssecara otomatis menciptakan konflik terhadap penduduk yang tinggal di bantaran rel kereta. Warga merasa dikangkangi dengan adanya proyek itu.

Bahkan, hingga kini konflik masih berlangsung. Kementerian Perhubungan yang sebelumnya janji membuat flyover rel kereta ternyata hanya janji. Instansi itu hanya sanggup membuat jembatan penyebarangan orang (JPO) sebanyak tiga jembatan di sepanjang tembok 6 kilo meter. Berarti jembatan itu ada setiap dua kilo meter. Hal itu sudah pasti menyusahkan karena untuk menyeberang rel harus naik angkot atau jalan kaki sejauh 1 kilo meter.

Kemudian soal polusi yang diciptakan oleh debu dari batubara yang terus berterbangan selama perjalanan. Sebab batubara tak ditutupi oleh apapun selama perjalanan.

Warga yang menghirup juga tak terasa. Dalam diskusi yang digagas oleh sejumlah masyarakat peduli lingkungan di Provinsi Lampung berikut LBH dan LSM juga menyaol polusi yang membahayakan masyarakat.
Kini sudah saatnnya Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan RI mencari solusi lain untuk tidak menambah persoalan masyarakat khususnya di perkotaan.

Saya juga pernah mendengar adanya solusi dari Ketua Asosiasi Pengusaha Batu Bara Provinsi Lampung Ginta Wiryasenjaya yang menyebutkan babaranjang sudah tak layak masuk kota. Pengiriman batubara sudah saatnya melalui angkutan laut.

Dengan begitu masyarakat bebas dari polusi batubara, lalu-lintas juga bebas dari kemacetan akibat babaranjang yang kepanjangan. Intinya pengangkutan batubara melewati jalur darat selama ini telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat.

Sementara keuntungan perusahaan kereta api dan produsen batubara mencapai miliaran. Bahkan PT KAI sukses menangguk ampai ratusan miliar per hari, sedangkan masyarakat menderita.

Berangkat dari persoalan tadi, pemerintah provinsi, pemerintah kota berikut kabupaten sebaiknya memberikan saran kepada PT KAI untuk tak lagi memakai jalur darat yang lebih banyak merugikan rakyat.

Dengan semakin meningkat pertumbuhan ekonomi di Kota Bandarlampung, wilayah ini akan makin padat kendaraan dan bila jalur kereta api tidak dipindahkan tentunya akan menjadi masalah baru di kemudian hari.

Padahal pengangkutan batu bara ke depan akan semakin banyak, mengingat permintaan ekspor dan kepentingan industri untuk segala kebutuhan akan terus terjadi peningkatan, sehingga perlu solusi yang jitu untuk pemindahan rel KA yang berada di tengah kota saat ini
Solusi alternatif untuk pengangkutan batu bara itu dapat melalui jalur sungai, sehingga harus dibuatkan tol sungai yang dimulai dari
Karena itu harus ada sepakat agar ke depan tidak ada lagi permasalahan dalam pengangkutan batubara dan dampak buruknya seperti saat ini. []


~ Fajar Sumatera, Selasa, 1 Maret 2016

No comments:

Post a Comment