Monday, March 14, 2016

For Independent

Oleh Deni Kurniawan


PEMILIHAN Kepala Daerah 2017 yang rencananya terselenggara di bulan Februari rasanya masih amat jauh untuk berhitung siapa yang bakal jadi pemenang pesat demokrasi di kabupaten kota. Tidak ada salahnya wacana dalam banyak hal terkait kontestasi pertarungan tersebut digulirkan sejak dini. Termasuk pencalonan Kepala Daerah melalui jalur independen.

Berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Pasal 41 ayat (1) huruf a-d, Pasal 41 ayat (2) huruf a-d UU No. 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Pilkada) terkait syarat dukungan calon perseorangan (independen) dalam pilkada, jumlah prosentase syarat dukungan calon kepala daerah didasarkan jumlah penduduk yang mempunyai hak pilih seperti termuat dalam daftar calon pemilih tetap (DPT) di daerah bersangkutan pada Pemilu sebelumnya.

Dengan putusan itu, Pasal 41 ayat (2) UU Pilkada menjadi berbunyi, “Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota, jika memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan: a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 jiwa harus didukung paling sedikit 10% dari DPT Pemilu sebelumnya.”

Landasan hukum diatas sudah sangat jelas jalur perseorangan dimungkinkan, dibolehkan serta sah secara hukum untuk dapat terlibat dalam upaya pencalonan pada pemilihan kepala daerah. Menjadi aneh ketika tokoh politik atau individu warga Negara Indonesia yang berkeinginan kuat lahir dan batin mencalonkan melalaui jalur perseorangan tetapi justru dicemooh bahkan digulirkan wacana pengkerdilan Partai Politik, Pembodohan Politik, Depolitisasi, Deparpolisasi dan istilah istilah lainnya untuk sebaliknya mengkerdilkan bahkan kalau saya bilang adalah pembunuhan karakter terhadap calon perseorangan.

Terlepas siapa pun yang maju pada jalur perseorangan jelas sebagai warga Negara dia berhak dan dilindungi oleh undang undang yang berlaku. Soal kontestasi selanjutnya adalah startegi dan taktik pemenangan yang pada akhirnya menjadi penentu siapa yang layak dipilih oleh rakyat. Ayo rakyat Indonesia yang mampu untuk mengambil hati masyarakat di daerah pemilihannya untuk berpartisipasi dalam kancah politik dengan menggunakan jalur perseorangan. Adalah menjadi tantangan bagi Partai Politik untuk self kritik atas prilaku politiknya yang selama ini justru mendistorsi tugas, peran dan fungsinya sebagai penyambung lidah rakyat dan alat politik dalam memperjuangkan segenap hak rakyat Indonesia. Tabik! []


~ Fajar Sumatera, Senin, 14 Maret 2016


No comments:

Post a Comment