Wednesday, April 13, 2016

Gratifikasi Bukan Sinetron

Oleh Abdullah Al Mas’ud

SETIAP kabupaten dan kota di Provinsi Lampung punya cara masing-masing untuk mengeruk pendapatan. Hasilnya ditungkan dalam APBD. Namun, hingga mekanisme penyusunan anggaran dan program menjadi otoritas pemerintah daerah (eksekutif) dan para Anggota DPRD (legislatife). Keduanya terlihat seperti sedang main sinteron dalam pembahasan.

Banyak juga kiat para ekskutif yang memainkan peran untuk meloloskan anggaran yang telah disusun setiap tahun. Namun, tat kala kedigdayaan rapuh di Dewan, ada kiat pamungkas yang main di kolong meja. Ujung-ujungnya ketok palu, APBD keluar sesuai harapan ekskutif.

Cara-cara pamungkas ini terbongkar di Tanggamus. Para Anggota DPRD yang ditengarai di berbagai media massa edisi akhir tahun lalu menyebutkan mereka menantongi [puluhan juta rupiah untuk meloloskan anggaran.

Sayangnya, sinetron itu antiklimaks sehingga permainan kolong meja di Tanggamus terungkap. Sejumlah media yang menerima data dari para Dewan secara bisik-bisik akhirnya memuat berita secara gamblang. Masyarakat pun bisa menilai.

Seiring berjalannya waktu, akhirnya mereka juga melaporkan persoalan itu Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi. Perselingkuhan eksekutif-legislatif memang bukan gejala baru. Kondisi itu didefinisikan sebagai modus melanggar ketentuan.

Dampaknya sejumlah LSM yang menentang korupsi juga membawa kasus itu ke KPK. Bahkan mereka juga berunjukrasa agar kasus masuk ke rana korupsi lewat sangkaan gratifikasi ataupenyuapan antara Dewn dan Bupati.

Hasilnya sangat bagus. Sejumlah Angngota Dewan dipanggil ke KPK untuk menjalani pemeriksaan awal. Mereka juga mengembalika gratifikasi tersebut dengan nominal amsing-masing Anggota Dewan berbeda, tetapoi tetap di aangka puluhan juta rupiah.

Singkatnya, moralitas kita dalam berbangsa dan bernegara sedang sakit. Di sisi lain, kita juga wajar jia mengacungkan jempol kepada para Anggota Dewan dalam membawa kasus ini ke ranah korupsi.

Bahkan, Gubernur Lampung juga berani menyatakan Lampung harus bersih dari korupsi sehingga dia dengan tegas meminta KPK untuk memaksimalkan dalam menjalan tugas mengungkap korupsi di Lampung.

Kebajikan sebuah rezim dalam bentuk gratifikasi tidak bisa lagi ditolerir karena masuk dalam praktik-praktik curang dan korup yang seolah-olah legal atau kemudian dilegalkan.

Semua tentu sepakat dengan ketegasan Gubernur Lampung M Ridho Ficardo yang minta kasus gratifikasi harus diproses maksimal. Oleh karena itu, bukan hanya KPK yang berperan dalam menuntaskan berbagai korupsi, tetapi semua pihak juga bisa berperan.

Alasannya, kapasitas dan kewenangan KPK terbatas dan mustahil dapat mengetahui semua persoalankorupsi apalagi yang struktur. Kita juga harus sepakat berantas korupsi. []


~ Fajar Sumatera, Rabu, 13 April 2016

No comments:

Post a Comment