Wednesday, May 4, 2016

Reklamasi Rempong

Oleh Riko Firmansyah


REKLAMASI pantai di Teluk Lampung berbeda dengan Jakarta dan Bali. Penimbunan pantai yang terkonsentrasi di sepanjang Jl. Yos Sudarso (Telukbetung Selatan dan Panjang) itu tidak untuk membuat daratan.

Tanah dan batuan yang menutupi bibir pantai tersebut merupakan limbah dari penggerusan Bukit Camang, Kecamatan Tanjungkarang Timur, terkait pembukaan lahan baru dengan pamandangan laut untuk permukiman.

Proses itu sudah berlangsung sejak masa Wali Kota Bandarlampung dijabat Suharto periode 1995-2005. Dan, berlanjut pada kepemimpinan berikutnya Eddy Sutrisno---pada era inilah mulai muncul rencana water front city (WFC).

Namun, hal itu terkesan lebih pada faktor ketidaksengajaan atau dalih bahwa limbah dari bukit tersebut memang bermanfaat. Bahkan dibuatkan MoU dengan swasta pada kedua periode kepemimpinan tersebut terkait reklamasi.

Soal Gunung Kunyit di Telukberung Selatan—lebih pas disebut bukit jika melihat dari ketingggiannya---yang ditenggarai tergerus gara-gara reklamasi. Juga sebenarnya bukan itu yang terjadi.

Batu dari Bukit Kunyit berkualitas untuk pembuatan pondasi—penilaian para tukang bangunan. Jadi, bukit ini habis bukan untuk menimbun pantai tapi akibat penambangan liar.

Masalahnya adalah kenapa dimunculkan isu WFC bila hal itu tidak sungguh-sungguh diwujudkan. Contohnya, tak ada regulasi yang meyakinkan terkait kegiatan reklamasi tersebut, hanya berlandaskan MoU semata.

Selain itu metode reklamasi juga terkesan ceroboh. Tak ada batas maksimal penimbunan dari bibir pantai. Seharusnya, sejak awal dipasang jalur penghalang agar tanah dan batu tidak hanyut oleh arus pasang surut laut.

Penghalang itu bisa berupa tiang pancang, bronjong, atau dam. Yang terjadi di lapangan tanah hanya dihambat oleh bebatuan. Bila ini terus dilakukan tentu tak akan tercipta daratan baru untuk WFC.

Fakta itu menimbulkan potensi kecurigaan bahwa  pemerintah sengaja  menyelundupkan dua potensi kerusakan lingkungan. Pertama, hancurnya ekosistem bukit. Kedua, terganggunya biota laut karena sendimen urukan membuat pendangkalan dan berkurangnya salinitas air laut.

Harus ada pengumuman berani dan terbuka dari pemerintah soal apa yang sesungguhnya terjadi. Apakah WFC nyata atau mitos? []


~ Fajar Sumatera, Rabu, 4 Mei 2016

No comments:

Post a Comment