Thursday, May 19, 2016

Petani

Oleh Riko Firmansyah


PETANI itu tabah. Mencangkul tanah, menyemai benih, memberi pupuk, menyiram, membersihkan gulma, hingga penyemprotan demi membasmi hama. Tapi, beberapa hari menjelang panen terkena banjir dan puso.

Meski begitu tak pula frustasi. Mengulang proses tadi sejak awal. Walaupun modal untuk memulainya itu didapat dari lintah darah. Memangnya bank mana yang bersedia memberi pinjaman dengan resiko usaha yang begitu tinggi kecuali bank rentenir.

Kembali menyemai, menanam, hingga menunggu panen. Tetap saja gagal karena suplai air habis akibat kekeringan dan puso. Tabah. Kembali mencari rentenir dan mengulang proses itu berulang-ulang.

Tiba saatnya panen dan menjual hasilnya. Tetapi, harganya anjlok karena suplai berlimpah. Hutang rentenir terpaksa dicicil—bukan pokok tapi bunga. Tetap ngotot hidup sebagai petani dan kembali mengulang prosesnya.

Tabah seperti inilah yang hakiki. Bila tabah dan sabar ada batasnya tentu bukan. Karena, itu tak ada limitnya. Sifat dasar petani inilah yang menjadi daya tarik mereka untuk dijadikan sahabat oleh siapapun.

Meski penghasilannya tak memenuhi syarat untuk disebut bahagia, tetapi pada sudut pandang lain merekalah makhluk paling bahagia di Indonesia. Toleran, gemar menolong, dan jarang mengeluh.

Hanya bebarapa negara di Asia yang memperhatikan dan memperlakukan mereka layaknya warga kelas satu. Yaitu, Vietnam, Thailand, Tiongkok, dan Jepang. 

Mereka tak dibiarkan beralih profesi menjadi buruh pabrik atau bergerak di sektor jasa lainnya. Dielus dan dapat pengayoman maksimal. Kegagalan panen, obat-obatan, pupuk, alat pertanian, distribusi barang, hingga hasil panen ditanggung dan disubsidi habis-habisan. 

Berkaca pada bangsa lain tentunya belum terlambat bila pemerintah memperlakukan petani seperti itu. Meski ada berbagai subsidi, pengaturan harga dengan menyerap hasil panen, hingga TNI membantu mereka, tetapi tidak ada pengawasan berkesinambungan untuk jangka panjang.

Berganti pemimpin beralih pula kebijakan. Alih fungsi lahan terus berlanjut. Sehingga membuat para petani semakin tersingkir. Bahkan mereka kini membuka lahan baru di kawasan register.

Meski digusur dan ditangkap karena dinilai merusak konservasi alam. Ya itu tadi, tabah. []


~ Fajar Sumatera, Kamis, 19 Mei 2016


No comments:

Post a Comment