Monday, May 9, 2016

Budaya Ekonomi

Oleh Abdullah Al Mas'ud


ADA kabar menarik sekaligus keluhan dari pasar di Bandarlampung. Sejumlah harga sembako berikut sayur-mayur menjelang puasa tahun ini sudah melonjak. Kabar bagus buat pedagang kabar buruk buat ibu rumah tangga.

Padahal, saat ini pas panen raya, mestinya harga bisa diturunkan. Jadi, hal-hal yang sudah menjadi rutinitas dari tahun-tahun setiap menjelang puasa bagai sebuah kherausan untuk naik.

Kenaikan harga di pasar terutama untuk tiga produk kebutuhan pokok yakni beras, daging, dan minyak goring, mengalami kenaikan. Harga daging sapi, misalnya, saat ini berkisar Rp110-120 ribu/kg, sebelumnya masih di kisaran Rp100 ribu.

Kenaikan harga itu juga diikuti kenaikan kebutuhan lainnya, seperti kopi naik Rp6.000 per kilo, gula pasir naik Rp2.000 per kilo, sayuran rata-data naik 100 persen. Yang turun hanya harga cabai.

Selama ini, kenaikan harga kebutuhan pokok menjelang puasa disebabkan oleh banyak faktor. Secara hukum ekonomi, ketika ketersediaan barang tidak sesuai dengan kebutuhan permintaan maka harga pun naik. Selain itu, kenaikkan harga juga dipicu oleh distribusi barang yang tidak lancar.

Persoalan lain, kenaikan harga juga dipengaruhi oleh faktor psikologis. Setiap menjelang puasa atau hari besar masyarakat selalu meyakini bahwa harga kebutuhan selalu naik. Keyakinan ini dimanfaatkan oleh para pedagang dengan menaikkan harga dagangannya. Inilah yang selalu terjadi.

Bagaimana untuk menurunkan harga itu? Harus ada intervensi8 dari pemerintah? Hal yang sama sesungguhnya bukan tidak pernah diupayakan. Dari tahun ke tahun pemerintah berupaya melakukan hal itu, tetapi pada praktiknya memang tidak mudah.

Untuk itu, sebaiknya pemerintah pusat, provinsi, sampai walikota dan bupati mengerahkan segala daya, selain melakukan operasi pasar untuk mengendalikan harga.

Artinya, langkah pertama yang mutlak dilakukan adalah menjaga ketersediaan kebutuhan pokok di pasar. Kalau produksi dalam negeri tidak bisa memenuhi kebutuhan maka kebijakan impor bisa dilakukan, misalnya.

Ketika langkah pertama itu telah berhasil, langkah berikutnya adalah mengatur distribusinya. Inilah yang selama ini kerap menjadi persoalan. Bagaimana, misalnya, kesiapan infrastruktur sehingga transportasi benar-benar menjamin kelancaran distribusi.

Dengan demikian urusan pengiriman tidak terlambat sampai ke alamat. Termasuk di dalamnya adalah terjaganya keamanan.
Bagaimana dengan ulah para spekulan? Ini juga salah satu biang keladi kenaikan harga. Jangan sampai lagi terdengar, misalnya, mereka bekerja sama dengan aparat negara dalam melakukan aksinya. Di sinilah pentingnya pengawasan sebagai langkah preventif untuk mencegah tindak kejahatan.

Jadi, pemerintah harus bekerja ekstra untuk menjungkirbalikkan hukum ekonomi yang selama ini berlaku setiap menjelang puasa. Kalau penerapan kebijakan bisa terkoordinasi dengan baik secara lintas-sektoral plus pengawasan ketat di lapangan, bukan tidak mungkin persoalan itu bisa teratasi. []


~ Fajar Sumatera, Senin, 9 Mei 2016

No comments:

Post a Comment