Wednesday, February 10, 2016

Kearifan Lokal

Oleh Riko Firmansyah

KEARIFAN lokal adalah nilai budaya baik dalam masyarakat. Hal ini berarti, untuk mengetahui suatu kearifan lokal di suatu wilayah harus bisa memahami nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam wilayah tersebut.

Nilai kearifan lokal sudah diajarkan secara turun temurun. Budaya gotong royong, saling menghormati, dan tepa salira, contoh kearifan lokal.

Beberapa bentuk pengetahuan tradisional itu muncul lewat cerita-cerita, legenda-legenda, nyanyian-nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan atau hukum setempat.

Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika masyarakat lokal yang mewarisi sistem pengetahuan itu mau menerima dan mengklaim hal itu sebagai bagian dari kehidupan mereka.

Dengan cara itulah, kearifan lokal dapat disebut sebagai jiwa dari budaya lokal. Hal itu dapat dilihat dari ekspresi kearifan lokal dalam kehidupan setiap hari karena telah terinternalisasi dengan sangat baik.

Tiap bagian dari kehidupan masyarakat lokal diarahkan secara arif berdasarkan sistem pengetahuan mereka, dimana tidak hanya bermanfaat dalam aktivitas keseharian dan interaksi dengan sesama saja, tetapi juga dalam situasi-situasi yang tidak terduga seperti bencana yang datang tiba-tiba.

Berangkat dari semua itu, kearifan lokal adalah persoalan identitas.

Persoalannya, mampukah delapan kepala dearah yang akan dilantik pada 17 Februari mendatang mensinergikan program kampanyenya dengan kearifan lokal itu sendiri untuk memajukan ekonomi rakyatnya.

Pesisir Barat, misalnya. Sebagai penghasil getah damar yang menjadi indentitas wilayah ini turun-temurun justru mulai memudar. Minim sekali program pemerintah yang mengarah pada peremajaan.

Atau,  Waykanan yang memiliki ciri masyarakat agraris justru beralih ke pertambangan.
Termasuk Pesawaran, yang sebelumnya didominasi nelayan tradisional kini terfokus pada bisnis wisata.

Pergeseran paradigma kearifan lokal inilah yang patut diperhitungkan oleh para kepala daerah baru. Bila tidak sinergi, toleransi, tolong menolong, dan saling menghormati menjadi saling hujat, anarkis, oportunis, kriminal, dan apatis. []


~ Fajar Sumatera, Rabu, 10 Februari 2016


No comments:

Post a Comment