Wednesday, October 26, 2016

Reklamasi

Oleh Abdullah Al Mas’ud


DI tengah polemik reklamasi pantai Teluk Lampung, tiba-tiba mencuat kasus Heran HN yang dipanggil Kejaksaan Agung. Situasi semakin kusut. Sambil mengurai kekusutan itu, banyak pihak mengusulkan agar reklamasi dibatalkan.

Namun, Herman HN, tetap ngotot jika reklamasi itu tak bermasalah. Menurut Walikota Bandarlampung itu, pihaknya tidak mungkin membatalkan reklamasi karena izin yang dikeluarkan berpayung hokum dan Pemkot mendapat 20 persen.


Sebetulnya, lontaran Herman HN bertolakbelakang dengan pernyataan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang pernah menyampaikan keberatan tentang rencana reklamasi pantai, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri No 14 Tahun 2003. Menurut keputusan itu, reklamasi pantai tidak layak dilakukan karena sejumlah alasan terkait dengan kondisi lingkungan.

Setidaknya ada lima hal yang perlu dijadikan pertimbangkan. Pertama, kalau reklamasi tetap dilanjutkan, bagaimana dampaknya terhadap intensitas dan dampak banjir. Kedua, reklamasi sudah dapat dipastikan merusak ekosistem laut akibat pengurukan, selain kerusakan ekosistem tempat pengambilan tanah yang dipakai untuk menguruk.

Ketiga, luas daratan yang bertambah tentu berpotensi memperluas pencemaran air laut. Bagaimana kehidupan biota laut yang selama ini dijadikan sumber penghidupan nelayan? Jumlah produksi ikan sangat mungkin pun terganggu dan nasib nelayan pun terganggu.

Keempat, ini yang sering mengemuka, yakni dampak sosial bagi masyarakat nelayan akibat reklamasi. Mereka disiapkan rusun relokasi permukiman, memang iya, tetapi bagaimana dengan tempat mencari nafkahnya?

Berdasarkan lima pertimbangan itulah, reklamasi pantai di Teluk Lampung memang selayaknya dibatalkan.  []


~ Fajar Sumatera, Selasa, 26 Oktober 2016

No comments:

Post a Comment