Thursday, October 20, 2016

Lindungi Bahasa Daerah

Oleh Abdullah Al Mas’ud


OKTOBER adalah bulan bahasa dan sastra. Menilik dari Oktober ini, ada baiknya kita memberikan masukan kepada pemerintah tentang pentingnya bahasa daerah. Bahkan sudah kewajiban kita untuk melindungi bahasa daerah dari kepunahan.

Di Indonesia ada ratusan bahasa daerah, jumlahnya sekira 442 bahasa daerah. Kebayang dong kalau kita ngomong dengan orang lain menggunakan bahasa daerah masing-masing…Pasti ribet.  Belum lagi bermunculan berbagai varian bahasa Indonesia lain seperti bahasa prokem, bahasa gaul hingga yang sekarang tren: vickisisasi. Jika bahasa daerah tak dijaga tentu akan punah.


Di sini perlunya pelindungan bahasa-bahasa daerah dari ancaman kepunahan dengan payungi hukum di tingkat pemerintah daerah secara menyeluruh. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa pun perlu meningkatkan perencanaan dan penetapan korpus bahasa daerah untuk kepentingan pemerkayaan dan peningkatan daya ungkap bahasa Indonesia sebagai bahasa penjaga kemajemukan Indonesia dan pilar penting NKRI.

Pemerintah perlu memperkuat peran bahasa daerah pada jalur pendidikan formal melalui penyediaan kurikulum yang berorientasi pada kondisi dan kebutuhan faktual daerah dan pada jalur pendidikan nonformal atau informal melalui pembelajaran bahasa berbasis komunitas.

Semua itu mengingatkan kita tentang bagaimana para pendahulu kita dulu pada tahun 1928 mengucapkan Sumpah Pemuda, yang salah satunya menyebutkan: Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Munculnya Sumpah Pemuda tentu sebagai akibat dari banyaknya bahasa daerah.

Sebagaimana tercatat pada Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Indonesia kini memiliki lebih dari 746 bahasa daerah. Dari jumlah itu, sesuai hasil penelitian, 139 bahasa terancam punah dan 15 bahasa benar-benar telah mati.

Bahasa yang terancam punah terdapat di Kalimantan (1 bahasa), Maluku (22 bahasa), Papua Barat dan Kepulauan Halmahera (67 bahasa), Sulawesi (36 bahasa), Sumatera (2 bahasa), serta Flores dan Bima-Sumbawa (11 bahasa). Sedangkan bahasa yang telah punah berada di Maluku (11 bahasa), Papua Barat dan Kepulauan Halmahera, Sulawesi, serta Sumatera (masing-masing 1 bahasa).

Hilangnya daya hidup bahasa daerah pada umumnya disebabkan oleh pindahnya orang desa ke kota untuk mencari penghidupan yang dianggap lebih layak; selain terjadi perkawinan antaretnis yang banyak terjadi di Indonesia.

Masyarakat perkotaan yang umumnya merupakan masyarakat multietnis memaksa seseorang harus meninggalkan bahasa etnisnya dan menuju bahasa nasional.

Terhadap kondisi itu, akankah kita diam dan pasrah? Ingat bahasa adalah identitas kebangsaan.

Maka, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak melakukan pelindungan bahasa-bahasa daerah. Bisa dengan membuat perda bahasa daerah. Ini kalau kita tidak mau kehilangan bahasa daerah sebagai bagian dari identitas kebangsaan kita. O Broo? []


~ Fajar Sumatera, Kamis, 20 Oktober 2016

No comments:

Post a Comment