Thursday, July 30, 2015

Olahraga dan Pilkada

Oleh Rusidi


LIMA bulan menjelang berakhirnya tahun 2015 dengan perhitungan awal Agustus hingga Desember mendatang, dunia Olahraga dan Politik di tanah air sama-sama akan disuguhkan dan disibukkan dengan beberapa pesta besar. Pesta atau hajat yang tidak ada hubungannya tersebut namun tetap akan bersentuhan, tentu akan melibatkan masyarakat banyak. Olahraga identik dengan sportivitas, sebaliknya dunia politik penuh dengan intrik dan terkadang amat sangat kejam.

Dalam dunia olahraga, kompetisi adalah ajang evaluasi untuk mengetahui kemampuan seorang atlet. Cucuran keringat dan tetesan darah adalah bagian dari sebuah perjuangan untuk meraih prestasi terbaik. Tidak terkadang nyawa harus menjadi taruhan demi sebuah prestasi guna mengharumkan daerah ataupun negaranya. Tapi apa yang didapat seorang atlet yang mampu meraih prestasi?

Tidak terkecuali saat ini seluruh atlet Lampung khususnya tengah bersiap diri untuk menghadapi pertempuran di Porwil maupun prakualifikasi PON. Dari dua even inilah akan diketahui sejauhmana sepakterjang para atlet Lampung untuk dapat lolos dan  menembus  PON XIX 2016 mendatang di Bandung, Jawa Barat.

Lalu, bagaimana dengan ‘pestanya’ pilkada? Pertarungan dunia ‘terkejam’ politik akan mewarnai pemilihan langsung baik itu bupati ataupun walikota di tanah air. Bukan hanya mengatur strategi ataupun rencana untuk memuluskan langkah ke kursi yang diinginkan. Tetapi intrik atau prilaku curang selalu dikedepankan masing-masing kandidat untuk menjadi pemenang. Halal haram hantam seolah menjadi mitos yang selalu menjadi senjata bagi masing-masing tim sukses (TS) untuk mempengaruhi masyarakat pemilih.

Ada yang sangat membedakan antara seorang atlet dengan para kandidat baik bupati/walikota. Seorang atlet yang mempunyai catatan prestasi tertinggi, membutuhkan proses yang panjang baginya untuk meraih suatu prestasi. Bahkan seorang atlet baru dapat meraih juara setelah berlatih selama 8-10 tahun dengan intensitas latihan yang sangat tinggi. Tidak hanya waktu, tapi juga dibutuhkan pengorbanan materi yang tidak sedikit.

Lain halnya dengan para kandidat yang akan bertarung di Pilkada nanti, tidak dibutuhkan proses seperti yang dialami atlet, cabup/cawakot dapat secara instan untuk meraih apa yang menjadi keinginannya. Tentu saja semua itu berdampak pada soal ketersediaan materi (sumber dana) yang harus dikeluarkan. Bahkan tidak dapat dipungkiri bahwa perang money politik akan selalu mewarnai dan membuat catatan buruk disetiap pelaksanaan pesta Pilkada. Kita tunggu kompetisi pada 9 Desember mendatang. []


~ Fajar Sumatera, Kamis, 30 Juli 2015


No comments:

Post a Comment