Thursday, July 2, 2015

Celeng

Oleh Riko Firmansyah


“MINAK, kok banyak banget ya daging celeng yang dibawa ke Pulau Jawa?” Tanya Saleh.

“Itu artinya harimau sudah gak doyan lagi dengan daging celeng. Karena celeng itu salah satu mata rantai makanan di hutan. Harusnya  populasinya tidak sebanyak itu bila fungsinya sebagai rantai makanan sukses,” jawab  Minak Tab.

“Gak doyan atau Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) itu sudah tidak ada? Jangan-jangan sudah punah karena banyak ditangkap untuk dipamerkan di kebun binatang,” guman Saleh.

“Sebagai gantinya manusia yang makan celeng. Apa begitu? Secara tidak langsung, kita ini dianggap Harimau dong oleh pedagang babi hutan itu. Wah keren,” lanjut Saleh.

“Gak mesti juga seperti itu geh, Leh. Masak kita dianggap binatang. Harimau itukan binatang,” sambut Minak Tab.

“Lalu, kenapa bisa disita sampai berton-ton daging celeng oleh petugas keamanan. Artinya, laku. Kalau sepertinya itu kenapa tidak dilegalkan saja?” Ujar Saleh

“Bukannya laku tapi untuk dioplos dengan daging sapi. Itu ulah oknum pedagang yang mencari keuntungan, salah satunya dengan memanfaatkan momen Lebaran,” kata Minak Tab.

Orang yang memperdagangkan daging celeng itu jelas tidak bertanggung jawab. Terlepas dari halal dan haramnya. Karena tidak diketahui habitat mereka di hutan. Berpenyakit atau tidak.

Hewan yang dipotong pada rumah potong hewan pun belum tentu baik untuk manusia. Buktinya ada sapi gelonggong dan daging yang kondisinya sudah membusuk saat dijual di pasar. “Apalagi daging babi hutan itu, Leh,” ungkap Minak Tab.

“Jadi, kamu jangan berfikiran untuk mendesak pemerintah melegalkan daging celeng. Meskipun jumlahnya banyak sekali. Sampai-sampai dianggap hama oleh para petani di Pulau Sumatera ini. Anggap saja daging tikus got. Selain haram juga menjijikkan. Dan, oknum pedagang yang mejualnya harus dihukum berat,” tambahnya.

“Ah, obrolan kamu ini bakal merusak selara makan sahur saya. Udahlah saya mau pulang. Wassalamualaikum,” kata Minak Tab. []


~ Fajar Sumatera, Kamis, 2 Juli 2015


No comments:

Post a Comment