Monday, November 14, 2016

People Power

Oleh Supendi


Tonton chanel televisi (baca berita bukan sinetron) dan simak pemberitaan media baik cetak maupun online, isinya menyoroti aksi massa di berbagai belahan dunia. 

DIMULAI dari negeri kita—Indonesia, meski aksi besar-besaran massa menuntut penindakan hukum atas kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok berlangsung 4 November lalu, namun gaungnya masih memanas sampai sekarang—apalagi kabarnya bakal ada demo susulan pada 25 November mendatang.


Di negara lain, terpilihnya Presiden AS dari Partai Republik, Donald Trump memunculkan reaksi kekecewaan—utamanya dari kalangan pendukung Hillary Clinton. Baru sehari merayakan kemenangannya, keesokan harinya Trump langsung dituntut mundur atas tuntutan kejahatan seksual, penipuan, pelecehan terhadap perempuan serta ancaman pembatasan gerak terhadap kaum minoritas khususnya imigran muslim.

Bergerak ke negara lainnya di Asia, Korea Selatan juga tengah diguncang ancaman terhadap ketahanan negaranya. Ratusan ribu warga Korsel yang kabarnya datang dari berbagai sudut wilayah menyatu di tengah Kota Seoul menuntut Presiden Park Geun-hye mundur dari jabatannya.

Isu yang diusung adalah dugaan skandal korupsi yang membelit presiden yang melibatkan teman dekatnya, Choi Soon-Sil. Diduga kedekatan Choi  dengan Presiden Park juga membuatnya dapat mempengaruhi urusan pemerintahan dan mengambil keuntungan pribadi melalui sejumlah yayasan non-profit miliknya.

Berbagai kejadian di atas hanyalah sekelumit dari berbagai fenomena demonstrasi yang melibatkan massa dalam jumlah besar. Artinya sebelum ini, di negara lain seperti kawasan Timur Tengah, aksi seperti ini sudah sering kali terjadi dengan jargon revolusi yang mampu menumbangkan rezim.

Bila menilik sejarah, people power pertama kali mengguncang kekuasaan 20 tahun Presiden Ferdinand Marcos pada 1986. Jutaan warga Filipina kala itu berbondong-bondong ke Epifanio de los Santos Avenue (EDSA) dalam mendukung tentara pemberontak. People power menandai kelahiran kembali demokrasi di Filipina dan paling diingat sebagai awal perlawanan damai ditandai dengan demonstrasi jalanan harian.

People power sudah membuktikan kepada kita semua adalah cara—senjata paling ampuh untuk menumbangkan rezim berkuasa. Di Indonesia misalnya, gerakan reformasi Mei 1998 menjadi saksi sejarah bagaimana kekuatan rakyat bisa menumbangkan rezim Soeharto setelah berkuasa selama 31 tahun (1967-1998).

Kekuatan rakyat pada hakikatnya menjadi warning bagi pemerintahan manapun, baik skala daerah maupun nasional. Ia bisa saja muncul secara terencana maupun tiba-tiba atas tindakan pemimpin yang keluar jalur maupun kebijakan yang tak pro rakyat.

Berbagai fenomena demonstrasi sebagai people power ini, bukan sekadar aksi biasa dan tak bisa dipandang sebelah mata. Ia juga tak bisa diremehkan begitu saja dengan menyebutnya ditunggangi kepentingan ini-itu.

Bagi saya apa yang mendorong tumpahnya rakyat ke jalan dengan jumlah yang amat besar (ratusan ribu hingga jutaan rakyat) bukanlah aksi atas kepentingan segelintir orang. Bukan pula aksi rakyat yang dituduh gelap mata sekadar mencari makan. People power dengan perjalanan sejarahnya adalah aksi yang ditunggangi dorongan hati atas rasa keprihatinan, keperihan dan tuntutan bersama yang virusnya bisa menular kemana-mana. []
 

~ Fajar Sumatera, Senin, 14 November 2016

No comments:

Post a Comment