Tuesday, September 27, 2016

Hari Tani

Oleh Riko Firmansyah

PETANI Lampung menyuarakan reformasi agraria terkait peringatan Hari Tani Nasional mereka turun ke jalan mengumandangkan hal itu demi mengembalikan hak mereka yang hilang semasa orde baru untuk mengahapus kemiskinan.

Persoalan agraria harus ditata ulang setelah kemerdekaan dengan dikeluarkan Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5/1960 dan UUPBH (Undang Undang Pokok Bagi Hasil) No. 2/1960.

Penataan ulang panguasaan sumber-sumber agraria pada masa Orde Lama tidaklah berlebihan dikatakan sebagai awalan dalam mengembalikan hak-hak rakyat atas sumber-sumber agraria yang sejak lama dikuasai kolonial.

Perebutan hak atas alat produksi oleh petani, seperti tertuang dalam UUPA, di antaranya membatasi jumlah luas kepemilikan tanah individu, melarang kepemilikan WNA atas agraria Indonesia, dan mengambil alih aset-aset perkebunan dan pertambangan milik asing.

Namun di era pasar bebas saat ini, UUPA hanya menjadi kitab peninggalan sejarah bahwa negeri ini pernah mempunyai undang-undang yang pro terhadap rakyat.

Semua itu memberi gambaran kenyataan ironis yang tanpa henti menggeser posisi massa rakyat hanya menjadi objek program pembaruan agraria menyesatkan yang tidak memiliki arti apa-apa bagi kesejahteraan rakyat, kecuali mereka yang memagang hak monopoli atas sumber agraria.

Tidaklah juga berbeda dengan politik agraria pascareformasi sampai sekarang, bahkan semakin memperkuat, memperlancar kapitalis-imperialisme melalui program-program liberalisasi di sektor agraria, seperti pembaruan agraria titipan lembaga donor (IMF, World Bank) melalui BPPN (bagi-bagi tanah berbarengan dengan sertifikasi tanah) dengan konsep pasar-tanah untuk kebutuhan pasar (supply and demand).

Sejumlah tuntutan yang disuarakan itu antara lain tegakkan UUPA, laksanakan Reforma Agraria sejati dan berkeadilan gender, cabut izin dan adili perusahaan perusak lingkungan dan perampas tanah rakyat, tolak impor kebutuhan pangan, standarisasi harga komoditas pertanian dan bangun sub-terminal agrobisnis.

Tuntutan lainnya adalah desakan hentikan kriminalisasi terhadap petani, perbaiki sistem irigasi teknis di Lampung, keluar dari jeratan korporasi asing di bidang pertanian (WTO, World Bank, IMF, OECD), laksanakan kedaulatan pangan di Lampung, dan perkuat Bulog sebagai penyerap hasil produksi pertanian Indonesia.

Mereka juga menuntut mewujudkan regenerasi pertanian, tolak Trans Pasific Partnership (TPP), tolak Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), dan menuntut menjadikan petani sebagai soko guru pembangunan bangsa dan negara, serta tolak reklamasi pantai Teluk Lampung. []


~ Fajar Sumatera, Selasa, 27 September 2016




No comments:

Post a Comment