Thursday, September 15, 2016

Mak Ganta, Kapan-kapan Aja…

Oleh Udo Z Karzi


GUBERNUR Lampung M Ridho Ficardo berkomitmen untuk mempercepat sistem pelayanan publik untuk mendukung reformasi birokrasi di Lampung.

Dan agaknya, Pak Gub tak sekadar omong karena nyatanya Lampung mendapat penghargaan inovasi pelayanan publik dari Kemenpan-RB pada Maret 2016 lalu. Lampung masuk 12 besar kategori provinsi yang melakukan inovasi pelayanan publik melalui Rumah Sakit Keliling.


"Pelayanan publik di Lampung cukup baik," puji Deputi Bidang Pelayanan Publik Kemenpan-RB Diah Natalisa kala berkunjung ke Negeri Ujung Pulau ini, Selasa, 13/9/2016.

Yah, semoga saja memang benar ada perbaikan yang signifikan dalam pelayanan publik dari birokrasi di provinsi ini.

Dengan begitu, kita tidak akan mendengar lagi pasien ditelantarkan pihak rumah sakit. Malah yang parah, ada kisah kakek pasien sebuah rumah sakit pemda, yang dibuang di jalanan. Kita tidak menjumpai lagi ada pasien yang merasa dipersulit dalam mengurus BPJS Kesehatannya.

Paramedis bekerja dengan penuh tanggung jawab merawat dan mengobati orang sakit tanpa membedakan status sosial orang tersebut, mau miskin, mau kaya, mau rakyat jelata, mau pejabat, mau ganteng, mau jelek, ... semua sama perlakuannya.

Tugas ini memang tugas kemanusiaan karena itu petugas kesehatan akan berbuat sebaik mungkin demi meningkatkan derajat kemanusiaan itu. Harkat dan martabat manusia itu sama semua di mata Yang Mahakuasa. Karena itu, tidak ada tempat untuk merendahkan sesiapa pun, semua berhak mendapatkan pelayanan kesehatan sebagai warga negara.

Ya, itu sebenarnya inti dari keberadaan birokrasi: melayani masyarakat. Melayani berarti pula memberi kemudahan, melancarkan urusan, dan menyederhanakan masalah yang dialami warga sehingga kepentingan masyarakat dapat terakomodasi.

Kalau itu yang berlaku dalam tubuh birokrasi, alangkah senangnya kita sebagai warga negara. Alangkah indahnya kehidupan berbangsa-bernegara kita jika kita menemukan senyum, tutur kata, dan sikap ramah dari para birokrat ketika kita berurusan dengan mereka di setiap tingkatan pemerintahan di negeri ini.

Pokoknya, asyik!

Tapi, astaga, seorang teman bercerita tentang anaknya yang berobat ke rumah sakit pemerintah. Tak usah diceritakan mengenai cara pelayanan rumah sakit, tetapi betapa ironinya. Anaknya sakit mata, tetapi dari apotek malah memberi anaknya obat tetes telinga. Salah resep.

Sebelumnya, ada cerita tentang ibu yang disuruh pulang, tetapi bayi yang baru ia lahirkan ditahan pihak rumah sakit. Alasannya si bayi belum punya BPJS dan masih perlu perawatan.

Lalu, hari-hari ini kita masih menemui betapa rumit dan melelahkan pengurusan KTP-e.

Nyatanya, masih berlaku ujaran lama tentang birokrasi: Kalau bisa disulit kenapa mesti dipermudah, kalau bisa nanti kenapa mesti sekarang?  Bahasa sininya: Mak ganta, kapan-kapan aja…

Oh, birokrasi. Oh, birokrat. []


~ Fajar Sumatera, Kamis, 15 September 2016

No comments:

Post a Comment