Wednesday, September 14, 2016

Sport is Industry

Oleh Rusidi


SAAT ini dunia olahraga tidak lagi dipandang sebelah mata. Dunia olahraga sudah begitu identik dengan nilai-nilai olahraga yang mewariskan rasa persahabatan, persaudaraan dan persatuan. Dunia olahraga tidak lagi memandang suku, etnis agama maupun apa saja yang berbau memecah belah semua yang terkandung dalam sebuah kalimat ‘Fair Play’. Bahkan, dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, olahraga sudah begitu merambah sentra-sentra pangsa lokal maupun internasional.

Harus diakui, kita (Indonesia, red) sangat tertinggal jauh dengan negara-negara maju seperti Amerika, Inggris, Jerman, Italia, China, Jepang, Korea dan negara lainnya dalam hal 'Industrialisasi Olahraga'. Pengelolaan dan manajemen olahraga yang kurang baik, merupakan satu dari sekian banyak faktor dengan berbagai permasalahan yang begitu kompleks. Ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) yang ada, tidak dapat dipungkiri. Berbagai kemelut di induk cabang olahraga seolah tidak dapat terselesaikan dan terus bergulir. Tentu semuanya menjadi faktor utama penghambat dalam peralihan dari Olahraga Amatir ke Olahraga Profesional dengan mengejewantahkan ‘Sport is Industry and Industy is Sport’.          


Seiring jalan dan perubahan berbagai kebijakan yang diambil pemerintah maupun pihak swasta, menjadi angin segar bagi dunia olahraga Indonesia saat ini. Bukan hanya di pemerintahan pusat, tapi juga berimbas keberbagai daerah yang memiliki keterbatasan dalam hal sumber anggaran (dana). Apalagi keberadaan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) sudah begitu ketat dalam pengawasannya terkait penggunaan anggaran dana yang bersumber dari masyarakat (APBN dan APBD).

Terobosan Menpora yang menggelontorkan bonus Rp5 miliar bagi peraih medali emas di even olahraga terbesar di dunia, Olimpiade beberapa pekan lalu, ternyata berdampak pada perhelatan olahraga terbesar di tanah air, Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX 2016 yang sepekan lagi akan bergulir. Genderang perang ‘BONUS’ sudah ditabuhkan oleh beberapa kepala daerah (Gubernur) saat melepas para atletnya yang akan berlaga di PON XIX 2016 Jawa Barat.

‘Prestasi dan Prestise’ adalah kebanggaan daerah yang tidak dapat dipungkiri. Pencapaian seorang atlet tentu memiliki arti dan makna tersendiri. Kegigihan, kesabaran, keuletan dan semangat juang yang tinggi adalah dedikasi yang begitu besar. Raihan medali emas menjadi buah manis bagi seorang atlet dengan harapan adanya perhatian dari pemerintah daerah. Tidak terfokus hanya berupa bonus tapi lebih dari itu, soal masa depannya.

Harus dimaklumi semua pihak, pemberian bonus antara satu provinsi dengan provinsi lainnya tidaklah sama. Semua tergantung besaran dana olahraga yang dialokasikan ke bidang olahraga dimasing-masing daerah. Semisal, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan beberapa provinsi besar lainnya akan saling perang soal besar kecilnya bonus yang akan diberikan kepada atletnya. Bahkan tidak dapat dipungkiri juga, bajak membajak atlet sudah menjadi trend. Disatu pihak ada yang dirugikan dan sebaliknya yang diuntungkan dengan pembajakan tersebut.

Bagaimana dengan olahraga Lampung,… Tentu Sai Bumi Ruwa Jurai juga tidak ingin ketinggalan khususnya dalam mensejahterakan para atlet berprestasi. Pasca dilantik, Ketua Umum KONI Lampung M Ridho Ficardo dalam kata sambutannya menyatakan bahwa di bawah kepemimpinannya, KONI Lampung selain akan lebih serius dalam melakukan pembinaan disemua cabang olahraga, KONI juga akan lebih memperhatikan kesejahteraan para atlet, pelatih, mantan atlet dan mantan pelatih.

Bahkan rencana pemberian bonus pada PON XIX 2016 kali ini yakni Rp 200 juta per medali emas, merupakan bonus terbesar selama Lampung mengikuti even terbesar di tanah air tersebut. Dan tidak menutup kemungkinan adanya bonus-bonus ‘kejutan’ lainnya yang akan diberikan bagi peraih medali emas. []


~ Fajar Sumatera, Rabu, 14 September 2016


No comments:

Post a Comment