Tuesday, September 6, 2016

Semerawutnya RSUAM

Oleh Supendi


MINGGU lalu saya beberapa kali mengunjungi kerabat yang sedang dirawat di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek (RSUAM). Sudah sekitar 6 tahun lamanya sejak terakhir kali saya kesana, cerita kelam rumah sakit kebanggaan milik pemerintah ini belum juga hilang.

Bukan menyangkut perkara mal praktek atau kasus pencurian peralatan RS oleh anggota DPR beberapa waktu lalu, melainkan cerita usang tentang kenyamanan pasien dan pengunjung yang terabaikan.


Menyandang status sebagai RS pemerintah terbesar di Provinsi Lampung rupanya tak membuat manajemen RSUAM sadar, bahwa menjaga kualitas pelayanan dan kenyamanan kepada pasien adalah yang utama.

Tengok saja, di berbagai sudut, lorong bahkan mirisnya hingga kamar pasien, pedagang asongan dengan santainya menawarkan barang dagangan berbagai macam jenisnya. Mulai dari air minum, rokok, peralatan pijit, aneka mainan anak-anak dan lain sebagainya.

Haduh…saya dan beberapa teman yang sedang menunggu pasien dibuat tertegun dan membayangkan seolah sedang berada di tengah-tengah pasar. Kami saja yang sekadar menunggu pasien dibuat tak nyaman, apalagi para pasien yang sangat butuh kenyamanan buat istirahat.

Belum lagi ditambah dengan berjubelnya pengunjung RS dan keluarga pasien yang sliweran, duduk dan tidur di sembarang tempat. Asap rokok juga acapkali mengotori udara di sekitar kamar pasien, meski sebenarnya sudah ada papan larangan merokok.

Bila merujuk pada ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit (pasal 5), pihak RS sebenarnya memiliki kewajiban untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. Upaya yang harus dilakukan yakni dengan monitoring dan evaluasi.

Peraturan lainnya, yakni Menkes RI, No.129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Disebutkan bahwa RS harus memenuhi Dimensi Mutu yang mencakup penilaian terhadap jenis dan mutu pelayanan dilihat dari akses, efektivitas, efisiensi, keselamatan, keamanan dan kenyamanan.

Merujuk pada kedua aturan tersebut, jelas sudah bila pihak RSUAM mengabaikan faktor kenyamanan yang seharusnya menjadi hak pasien. Pihak RSUAM tidak boleh menutup mata karena masalah ini telah berlangsung begitu lama namun tak kunjung ada perubahan. Pun halnya masyarakat yang merasa haknya terabaikan, juga tak boleh berdiam diri.

Sebagai Rumah Sakit milik pemerintah, sudah semestinya RSUAM membaktikan diri kepada masyarakat dengan memberikan pelayanan sesuai standar minimal. Bila begini terus, bukan tak mungkin citra rumah sakit kebanggaan masyarakat Lampung ini bakal berubah menjadi RS yang dibenci.

Oya, pada poin lain Menkes RI, No.129/Menkes/SK/II/2008 juga disebutkan, bahwa Gubernur/bupati/walikota bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pelayanan rumah sakit sesuai standar pelayanan minimal yang dilaksanakan oleh RS provinsi/kab/kota. Jadi…ditunggu gebrakannya ya Pak. []


~ Fajar Sumatera, Selasa, 6 September 2016

No comments:

Post a Comment