Wednesday, June 15, 2016

Bulog oh Bulog

Oleh Supendi


PERUM Bulog Divre Lampung saat ini telah menjual daging sapi beku hasil impor dari pemerintah pusat. Pada tahap I Bulog sudah mendapat kiriman sebanyak 2 ton dan tahap II sebanyak 1,5. Pada tahap berikutnya akan didroping sebanyak 13,5 ton dengan jadwal droping secara bertahap.

Merujuk Instruksi Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu, harga daging harus dijual dibawah Rp80 ribu per kg. Salah satu upaya yang ditempuh pemerintah yakni dengan mengimpor daging beku sebanyak 27.000 ton yang disebar ke seluruh wilayah di Tanah Air.

Proses pengurusan impor hingga pemasaran daging beku ini dilakukan sepenuhnya oleh Bulog. Untuk sampai ke tangan masyarakat, Bulog pun menggelar operasi pasar dengan tujuan menstabilkan harga jual daging dan membantu meringankan beban masyarakat khususnya kalangan menengah-kecil.

Namun apa yang dilakukan Bulog Lampung dalam menyalurkan daging beku di Provinsi Lampung patut dipertanyakan. Setidaknya ada dua hal yang bertentangan. Pertama penyaluran daging tersebut digelar di pelataran kantor Bulog Lampung serta peruntukkannya dibuka untuk masyarakat umum tanpa pengecualian.

Hal ini dibenarkan oleh Kepala Bidang Komersil Bulog Lampung Eti Yulianti yang menuturkan, penyaluran daging beku disalurkan lewat operasi pasar yang digelar di pelataran kantor Bulog hingga 30 Juni untuk masyarakat umum tanpa pengecualian.

Padahal merujuk Peraturan Menteri Perdagangan RI No.04/M-Dag/Per/1/2012 pasal 2 disebutkan operasi pasar dilakukan di tingkat konsumen di pasar rakyat, pasar induk dan tempat-tempat yang mudah dijangkau oleh konsumen.

Penyaluran daging yang dilakukan di pelataran kantor Bulog tentu bertentangan dengan ketentuan operasi pasar karena tidak semua kalangan mudah menjangkaunya. Apalagi keberadaan kantor Bulog termasuk sulit diakses masyarakat umum karena letaknya jauh dari ruang publik.

Sementara terkait peruntukkannya, semestinya barang operasi pasar disalurkan untuk masyarakat kalangan bawah bukan semua kalangan yang memungkinkan masyarakat mapan untuk turut menikmatinya. Sehingga pada tahap ini proses penyalurannya terindikasi salah sasaran.

Terkait harga jual daging yang naik dari Rp80 ribu menjadi Rp90 ribu tidak semestinya Bulog serta merta membebankannya kepada masyarakat. Seharusnya bila itu memang murni program pemerintah pusat dan berdasarkan instruksi langsung presiden, biaya lainnya semestinya ditanggung oleh pemerintah bukan justru dibebankan kepada masyarakat.

Terakhir, soal tujuan impor daging untuk menstabilkan harga daging di pasaran yang saat ini mencapai Rp120-Rp130 ribu per kg, nyatanya tak memiliki pengaruh berarti. Pasalnya harga daging toh masih bertengger di kisaran Rp120-Rp130 ribu per kg. Bila Bulog menjadikan stabilitas harga Rp120 ribu menjadi sebuah prestasi minimal, ya mungkin sebatas itulah kemampuannya. []


~ Fajar Sumatera, Rabu, 15 Juni 2016

No comments:

Post a Comment