Monday, July 18, 2016

Vaksin Palsu

Oleh Riko Firmansyah

SALEH mengantongi Rp1 juta dari menjual salah satu ayam bangkoknya. Uang itu sepertinya berlebih untuk bayar vaksin BCG pada Roni (5 bulan), anak bungsunya. ‘Masih ada sisa buat beli pakan,’ gumamnya dalam hati.

"Mau yang anget atau tidak, Bu?" tanya dokter, pada Wati, istri Saleh.

Dokter kerap melontarkan pertanyaan seperti itu pada orang tua sebelum memberi suntikan. Maksudnya, vaksin yang membuat tubuh hangat--kenyataannya panas tinggi---harganya di bawah Rp100 ribu. Sedang yang tidak, mencapai Rp1 juta.

Saleh tertegun. "Moga-moga bebai (perempuan---istrinya) ini memilih yang murah," harapnya dalam hati.

"Yang tidak aja, Dok," cetus Wati.

"Agui!" pekik Wati, kakinya diinjak Saleh yang memberi isyarat agar memilih obat yang murah.

Suara Wati membahana di ruang praktik dokter tersebut, dengan mengeluarkan kata-kata berbahasa Lampung. Artinya, kira-kira begini: “Kalau kamu bersedia menggendongnya sambil kerja di tempatmu jaga gudang malam ini sampai Subuh, bagi saya tidak ada masalah. Tapi, itukan tidak mungkin.

Tahu sendiri kan Roni ini kalau nangis kayak apa. Bikin pening kepala. Apalagi badannya panas. Dan, kamu barusan menginjak jempol kaki saya yang cantengan. Keterlaluan!”

Sementara itu, dokter dan perawat di ruang tersebut merapatkan badan mereka ke dinding, sambil terpana melihat perseteruan Saleh dan Wati.

"Tidak apa-apa, Dok. Suntik pakai vaksin yang tidak membuat tubuh anak saya panas," lanjut Wati pada dokter. Tetapi, pandangannya tertuju pada Saleh sambil melotot.

Sedangkan Saleh buang muka. Pikirannya kosong. Dibenak dia hanya ada ternak ayam bangkok yang bakal mati kepalaran karena kurang makan. ‘Jual saja semualah,’ geramnya, dalam hati.

"Tapi ini saya kasih resep penghilang panas buat jaga-jaga," ujar doker, sambil menulis resep.

Sambil bersungut-sungut pasangan itu pulang. Saleh singgah di rumah Minak Tab sementara Wati sambil menggendong Roni pulang berjalan kaki. Rumah mereka berseberlahan.

"Jadi imunisasinya, Leh? Hati-hati sekarang ini banyak beredar vaksin palsu. Teliti keasliannya terlebih dahulu," ujar Minak Tab.

Saleh tertegun. "Bagaimana saya tahu asli tidaknya karena dokter tadi hanya menunjukkannya sekilas setelah itu langsung disuntikan?" jawabnya. []


~ Fajar Sumatera, Senin, 18 Juli 2016

No comments:

Post a Comment