Tuesday, July 19, 2016

Pemkot Nodai Hak Siswa

Oleh Supendi


SENIN, 18 Juli 2016. Bel (lonceng) sekolah menggema dimana-mana menandakan hari baru masuk ke sekolah.  Kecerian merona di setiap wajah siswa yang memasuki tahun ajaran baru, tentunya dengan semangat dan harapan yang baru pula.

Namun kecerian ini tampaknya tak hadir dibenak siswa dan guru di SMKN 9 Bandarlampung. Semua itu berubah jadi kesedihan, ketakutan bahkan kekesalan terhadap tangan besi pemegang kekuasaan di kota ini.

Di saat para siswa dan guru lain menikmati suasana sukacita di hari pertama masuk sekolah, para siswa dan guru di SMKN 9 justru diusir oleh pemangku kebijakan pendidikan yang seharusnya mengayomi bukan justru menzalimi.

Kepala Dinas Pendidikan Bandarlampung Suhendar Zuber yang memimpin pengusiran itu dengan lantang membacakan SK 552/ IV.40/HK/2016 yang menyayat hati para siswa dan guru. Apalagi pembacaan berlangsung di lapangan Upacara SMKN 9, yang seharusnya berisi amanat pembina upaca di hari Senin yang tak lagi ceria.

Suhendar Zuber menyebut, Pemkot Bandarlampung bakal membentuk perangkat SMPN Negeri 32, dan menutup SMKN 9 Bandarlampung dengan nomor Pokok 6992153.  Surat tersebut dikeluarkan pada 20 Juni 2016

Sontak hal ini menjadi kabar buruk bagi para siswa dan guru yang selama ini berjuang mempertahankan status sebagai SMKN 9. Mereka tak rela bila SMKN 9 semena-mena diubah menjadi SMP.

Polemik penutupan SMKN 9 dan rencana pengalihannya menjadi SMPN 32 Bandarlampung ini memang terus berlanjut dan terindikasi ditumpangi kepentingan politis. Tarik menarik kepentingan dan hak pengelolaan aset antara Pemkot Bandarlampung dan Pemprov Lampung mengemuka.

Banyak pula pihak yang menyebut, kondisi ini tak lepas dari kewenangan pengelolaan SMA/SMK yang beralih ke pemerintah provinsi dari sebelumnya dikelola oleh pemerintah kota. Karena tak ingin hak kelolanya hilang begitu saja, muncul tudingan pemkot buru-buru mengalihkannya menjadi SMP yang pengelolaannya tetap dikuasakan pada pemkot.

Namun di luar kepentingan itu semua, rasanya mengedepankan hak belajar siswa dan para guru harusnya didahulukan diatas kepentingan dan arogansi semata. Proses penyelesaian sengketa ini juga  tak seharusnya dilakukan dengan menguras emosi siswa dan guru, karena tentunya ada cara yang lebih bijak. Apalagi ini ranah pendidikan bukan ranah kriminal. []


~ Fajar Sumatera, Selasa, 19 Juli 2016

No comments:

Post a Comment